Sinetron Indonesia hampir sepuluh tahun belakangan ini memang didominasi dengan gambar-gambar Close Up, jarang Medium Shot, dan nggak pernah Long Shot, mas.. Ini semata-mata karena metode pengambilan gambarnya supaya cepat dan mudah, juga tidak usah merubah lampu pada tiap pergantian shot. Seperti kita tahu, merubah lampu selalu memakan waktu.. Sementara, waktu buat produser adalah uang.. Metode pengambilan gambar seperti ini memang efisien sekali dari segi waktu. Tinggal geser kamera sedikit, rubah background, pemain tinggal in frame dan out frame tanpa harus menunjukkan orientasi geografi dari ruang adegan. Tapi akibat blocking pemain yang cuma masuk dan keluar (kayak ingus, ya...) ini bikin kita jadi capek hati nontonnya. Apa lagi metode seperti ini juga tidak bisa digunakan untuk membuat dramatika melalui lata cahaya.
Kita tidak bisa menggunakan lighting ratio dengan perbandingan besar. Makanya gambarnya selalu flat (tidak ada kedalaman/dramatic lighting), baik untuk adegan gembira, sedih, bingung, bahagia, kesepian, semua sama saja, rata/flat. Istilah temen-temen Camera Dept, asterada (asal terang gambar ada). Yah, mau gimana lagi mas, namanya juga dikejar setoran. Metoda penggambilan gambar seperti ini, sekarang juga sudah menulari program FTV. Dulu FTV itu metoda pengambilan gambarnya (baik pada mise en scene, maupun pada decoupage) persis seperti film, tapi sekarang sama saja dengan sinetron serial yang mendominasi televisi kita.
Djoko D Soedjarwad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.