Rabu, 11 Mei 2011

MENGAPA Muslim BERSHOLAWAT

Manusia adalah medan energi

Medan energi yang berhubungan dengan tubuh manusia telah berhasil diukur dengan alat seperti electroencephalograph (EEG), electrocardiograph (EKG) dan superconducting quantum interference device (SQUID, magnetometer yang amat sensitif). Secara ilmilah medan energi pada tubuh manusia ini disebut sebagai bio energi. Pada saat ini, bio energi seluruh tubuh manusia telah dapat dicetak diatas selembar kertas dengan menggunakan sebuah alat berupa kamera yang dihubungkan dengan sebuah komputer dan sebuah printer. Sudah terdapat beberapa institusi yang menyewakan alat tersebut di Jakarta sehingga anda dapat mengetahui bio energi tubuh anda dengan biaya yang tidak terlalu mahal.


Kemudian kita juga sering mendengar istilah 'aura' , dan juga bagaimana teknik atau cara-cara melihat 'aura' seseorang. Namun secara kasat mata; penampilan luar 'raut muka' fisik seseorang ternyata dapat juga kita lihat perbedaannya dari satu orang ke orang lainnya, demikian juga jika kita bandingkan antara satu keyakinan dengan keyakinanan lainnya; seseorang penganut Katolik yang fanatik akan berbeda dengan penganut Hindu, Budha, atau Islam. Penganut Islampun banyak yang menampilkan 'raut' berbeda-beda. Islam yang beraliran syiah akan memiliki tampilan muka yang berbeda dengan sunni. Islam yang berafiliasi ke NU akan menampakan 'raut muka' luar yang berbeda dengan Muhammadiyah. Apalagi orang-orang yang menyukai mistis , mereka akan memiliki penampilan 'raut muka' yang berbeda dengan orang kebanyakan. Orang susah, orang senang, orang sedih, orang gembira; masing-masing akan menampilkan raut muka yang dapat dengan mudah kita bedakan.

Apakah semua itu ada kaitannya dengan 'daya' yang menggerakkan ketubuhan mereka..?.

Menarik untuk di kaji, ternyata keyakinan seseorang diduga akan merubah tampilan luarnya dan perilaku mereka; tanpa disadari oleh mereka sendiri. Sulit dijelaskan seperti apa. Namun nyata adanya. Daya itu ternyata ada dan tanpa disadari mempengaruhi ‘fenotipe’ mereka.


Masalahnya adalah; Bagaimanakah menghubungkan kaitan antara 'daya' dengan kondisi 'Jiwa' kita. Apakah ada hubungannya. Kemudian bagaimana juga kaitan kondisi jiwa seseorang dengan keyakinan agama masing-masing; apakah ada bedanya kondisi jiwa orang yang memiliki keyakinan Katolik, dengan Islam, atau dengan Hindu, atau Budha atau lainnya …?.


Bagaimana menerangkan; pengaruh 'arus induksi' terhadap perilaku manusia. Bagaimanakah kesudahannya jika ‘arus listrik’ yang di gunakan oleh manusia untuk melakukan usaha-nya (W); ternyata di dapat (baca;dibangkitkan) dari proses 'induksi materi' ..?. Bukan arus listrik 'illahi-ah' 'arus murni' yang semestinya bagi dirinya ?. Bagaimana akibatnya. Dan apakah ada hubungannya antara kondisi jiwa dan penampilan raut muka seseorang dengan daya yang mereka pergunakan..?.


Bagaimanakah kejadiannya jika keseluruhan tubuh manusia sudah diliputi oleh medan energy dari proses 'induksi matery' tersebut..?. Bagaimana gejolak jiwa mereka..?.

Meniadakan 'daya' materi

Kita mengetahui di dalam raga terdapat Entitas; yang hidup; yang merasa; yang sadar; yang mengetahui; yang cerdas; yang mengerti; yang membedakan salah dan benar ; yang takut pada Tuhan-nya; yang tenang; yang lurus; dan sebagainya. Itulah wajah-wajah sang Jiwa. Faktor pembatasnya adalah; Jiwa akan di tahan saat tidur dan mungkin akan di kembalikan ketika bangun terserah kehendak Tuhan. Inilah ketetapan yang mendahului, yang menjadi pembatas manusia di dunia ini. Sehingga manusia harus memanfaatkan waktu yang sempit setiap harinya, dengan sebaik-baiknya. Untuk mencari jalan pulangnya. Jalan kepada Tuhannya.


Jiwa sejatinya memiliki kemampuan 'merasa', yaitu sebuah kesadaran dalam merasakan, dimanapun ruang yang dia tempati dan di liputinya. Sebagaimana 'ETER' yang akan mengisi ruangan; maka jiwa dapat meluas mengisi seluruh sel-sel tubuh manusia; meliputi sel-sel tersebut. Berada diluar dan di dalam sel, tidak di dalam dan juga tidak di luar sel. Jiwa mampu meliputi sel syaraf peraba; sel syaraf perasa dan indera-indera lainnya. Jiwa mampu mengenali tubuhnya dengan sangat baik sekali; Jiwa mampu melakukan 'scanning' pada ketubuhannya; mengenali jika ada 'entitas' lain pada tubuhnya; mampu mengenali sang 'pembisik-pembisik' yang berada di dalam raga. Dengan kata lain; sesungguhnya Jiwa memiliki kemampuan mengenali 'daya' yang berada dalam system ketubuhannya sendiri.


Begitu luar biasa Jiwa manusia. Dia bahkan mampu meluas seluas alam semesta ini. Merasakan kondisi alam semesta ada dalam dirinya. (Pemahaman ini yang melahirkan konsepsi Manunggaling Kawula Gusti). Sayangnya jiwa berada di dalam suatu medan gaya materi di dalam tubuh manusia. Inilah faktor penghambat luar (R); (analogi dalam pemahaman di muka). Penghambat luar ini begitu kuat menghijab sang jiwa, karena tubuh manusia memang di susun atas materi. Manusia disusun atas atom; atom menyusun sel; Maka di dalam antara ikatan antar sel dalam system ketubuhan manusia;kemudian biasanya terjebak 'arus induksi' (I).


Arus induksi di didalam sel jika meningkat secara kuadratik akan menghasilkan daya. (P = I. IR. Jika daya yang di hasilkan dari arus induksi selalu di gunakan untuk melakukan usaha; akan membuat jiwa semakin sulit untuk melepaskan diri dari medan magnet materi tersebut. Jika arus induksi meningkat secara kuadratik; terus menumpuk di dalam tubuh manusia; jiwa akan tidak pernah mampu meng-akses kepada sang Maha Hidup; yang merupakan sumber 'daya' sejati-nya. Sehingga kemampuan sang jiwa sedikit demi akan sedikit melemah. Jiwa akan menyusut; mengecil; se-kecil-kecilnya. Daya hidup 'Jiwa' melemah, dan lama kelamaan akan mati. Inilah yang disebut 'hatinya membatu'. Hatinya telah mati. Dia tidak merasakan lagi daya hidup dalam dirinya. Kehilangan empati.


Jika tubuh dan jiwa tidak di aliri oleh 'daya hidup' maka sedikit demi sedikit akan mati. Sebagaimana tanaman yang tidak dialiri air. Jiwa akan mengalami 'mati rasa' ; kesulitan 'merasakan';(baca; hatinya akan mati); jiwa sulit untuk merasakan bahagia; merasakan syukur dan sebagainya. Sementara raga akan rusak secara sistematis. (Dalam penampilan luar munculah penyakit psikologis maupun organik).


Pertanyaan selanjutnya; Bagaimanakah caranya agar jiwa dapat melepaskan diri dari gaya yang ditimbulkan 'medan materi' di dalam tubuhnya. Sehingga jiwa mampu meluas seluas alam semesta, jiwa mampu kembali menghadap kepada Tuhannya. Meskipun jiwa masih berada di dunia ini ?.


Analogi Hukum Coulomb


JIwa berada dalam raga manusia; terjebak di dalam medan gaya materi yang di timbulkan system ketubuhan manusia itu sendiri. Maka jika jiwa ingin lepas; ingin meluas seluas alam semesta ; jiwa harus meniadakan gaya yang bekerja pada dirinya.

Melalui pendekatan persamaan di muka; maka secara perhitungan matematis; jiwa harus menghadapkan diirinya kepada Dzat yang tidak memiliki muatan sama sekali. (Maha Suci). Atau tiada lagi jarak antar dua masa. Maka jika salah satu benda tidak bermuatan; tidak terdefinisi; persamaan akan menghasilkan nol ; atau tak terdefinisikan. Atau di dapat sebuah fungsi gaya sama dengan nol atau fungsi yang tak terdefinisikan. Sehingga fungsi gaya yang bekerja pada jiwa menjadi nol; tak berhingga; tak terdefinisikan. Jika gaya materi sudah sama dengan nol; maka jiwa tentunya akan mampu lepas; meluas seluas luasnya; memenuhi alam semesta ; meliputi berada di dalam dirinya. Walohualam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.