Syariat
Apa yang
terbayang ketika kata ini disebut?. Sebuah ritual
panjang, sebuah aturan-aturan yang melelahkan.
Sholat yang wajib lima waktu, menambah beban, belum lagi sholat malam, ditambah lagi sholat sunnah yang tak terhitung.
Lalu
puasa, menahan lapar, masih harus menahan nafsu syahwat, menahan diri
dari kemarahan, kebencian dan masih banyak lagi larangan.
Lalu masih
ada zakat, dengan segala aturan, lalu masih ada lagi sedekah, masih
banyak lagi aturan-aturan agama, yang lain, misalnya,
berbuat baik
kepada sesama, kepada keluarga, kepada fakir miskin, menyambangi
saudara, masih ditambah dengan berjihad, masih harus silaturahmi
berdakwah,
mengaji, membaca Quran, mendengarkan ceramah, ke masjid. Terasa begitu
penuh dan banyaknya aturan ini. Masih ada banyak lagi
aturan hidup ini, makan dan minum diatur, mana yang halal dan mana yang haram, pernikahan diatur, jual beli diatur.
Seluruh aspek kehidupan diatur. Segala
hal ditentukan.
Betapa
agama telah menjadi belenggu yang mengikat kebebasan, agama telah
menjadi beban, syariat telah menambah berat bagi kehidupan
(bagi
sebagian manusia). Hidup saja sudah sedemikian sulit masih ditambah lagi
aturan-aturan yang berat dan mengikat serta memaksa ini.
Begitulah
jeritan, begitulah teriakan sebagian manusia. Namun ada pula manusia
yang tidak mau tahu, tapi menjalankan saja, mengikuti saja
menjalani tanpa memperdulikan baik buruknya, tanpa perduli benar salahnya. Yang penting sudah megerjakan dan selesai.
Ada
pula sebagian manusia yang telah "merasa" mengerjakan semua itu lalu
membanggakan dirinya, menganggap dirinya telah suci, merasa dirinya
lebih
baik dibanding manusia lain, merasa bahwa jalannya telah lurus, jalan
"dalam anggapannya", dan syurga telah ada dalam genggamannya. Karena
dia telah merasakan betapa beratnya menjalankan
syariat itu, betapa kuatnya usaha yang
dilakukan untuk
melakukan itu. Telah digunakannya segenap daya
dan upaya dalam
perjuangan yang luar biasa. Sebuah "pengorbanan" yang luar biasa telah
dilakukanya untuk Tuhannya. Dia yakin bahwa Tuhannya pasti menerima.
Tuhan pasti ada di fihaknya. Tuhan pasti menerima pengorbanan ini.
Karena dia merasa telah melakukan pengorbanan yang besar kepada Tuhan.
Begitulah
manusia, baik yang merasa berat dengan syariat, lalu dengan terpaksa
dan ogah-ogahan sekedar melakukan, maupun yang bersungguh-sungguh
melakukan namun tidak mampu mendapatkan hasil. Akan merasakan beratnya
syariat ini, akan menimbulkan kejenuhan, kejemuan, kebosanan.
Sungguh semua hal ini hanya sebuah paksaan dan tekanan yang memberatkan. Agama telah menjadi beban yang berat dalam hidup. Manusia telah menjerit.
Manusia telah meronta dan tak berdaya.
Sungguhkah?.
Kajian
ini
mencoba menguak sedikit gambaran tentang syariat ini. Agama telah
diibaratkan dengan memabangun istana atau rumah, yaitu sebuah rumah
tempat berlindung. Rumah yang aman, rumah yang tentram, rumah tempat
melepas lelah, rumah
tempat beristirahat, rumah tempat bersantai, tempat menikmati
kebahagiaan
hidup, rumah tempat kita merasa aman, tentram dan mampu menjalani
aktivitas yang harus dilakukan. Rumah tentu saja ada pondasi, tiang dan
atap. Itulah tiga pilar utama agar bisa disebut rumah. Bayangkan rumah
tanpa tiang. Hanya pondasi, sedangkan tiangnya tidak ada, dan atapnya
harus
disangga menggunakan kedua belah tangan kita, dengan kekuatan
tangan sendiri, berapa lama mampu bertahan?. Berapa besar atap yang
mampu ditahan?.
Memang dengan latihan terus meneus, makin lama
otot-otot akan semakin kuat sehingga mampu menahan atap yang lebih besar
dan lebih besar lagi.
Namun sayangnya ketika ada angin kesulitan
datang menghantam, maka ambruklah atap itu, Porak poranda
berkeping-keping tanpa bentuk.
Coba kita bangun tiang, lalu
letakkan dan posisikan atap pada tempatnya, maka atap akan berdiri
dengan sendirinya, tanpa usaha sedikitpun.
Sehingga kita hanya
perlu mengamai. Menambah tiang apabila perlu, meninggikan pondasi, lalu
menambah atap lagi. Proses yang berjalan dari waktu ke waktu.
Sehingga terasa nyaman dan ringan berteduh di bawah atap. Di dalam rumah itu. Mudah, sederhana dan ringan.
Memposisikan atap kahyangan
Posisi?.
Ya posisi dari atap, ini masalah yang penting, karena harus tahu untuk apa atap itu,
bagaimana bentuknya, bagaimana ukurannya, bagaimana bahannya
bagaimana kekuatannya, dan segala detail dari atap dan kaitannya dengan kekuatan tiang ukuran tiang dan pondasi.
Jangan besar pasak daripada tiang.
Jangan pula kebesaran atap daripada tiang. Bagaimana fleksibilitas atap menghadapi perubahan cuaca.
Inilah atap tiang kahyangan yaitu syariat atau ibadah yang harus dilakukan.
Tauhid, Ihsan dan Ibadah.
Ini saling terkait, daling
menguatkan. Fleksibel.
Saling menopang. Menguatkan
satu sisi
harus mampu memperkokoh sisi yang lain.
Karena kalau sebuah sisi saja yang bertambah maka akan berat sebelah.
Terus menerus dan konsisten.
Berlatih dan berlatih.
Berusaha dan berusaha
Belajar dan belajar
Terus menerus
mendalami dan mendalami
memahami dan memahami.
Semuanya itu perlu pengenalan....
ya pengenalan... pengenalan atas nama...pengenalan atas sifat....pengenalan atas semuanya
semua agar kita mampu mengenali, mengenali diri sendiri, mengenali Tuhan yang menciptakan
dan mengenali aturan-aturan yang dibuatNya
mengenali tujuanNya ketika membuat aturan itu
itulah latihan itu...
sebagai contoh yaitu latihan sholat ... yaitu agar mencapai khusu dalam sholat
maka diperlukan pengenalan,
pertama mengenal siapa yang harus sholat
apa tujuan sholat,
kepada siapa harus sholat,
apa akibatnya sholat
bagaimana kalau tidak sholat
baru mengenali aturan-aturan sholat atau syarat shahnya
sholat
setelah mengenal itu semua baru berlatih:
Pengenalan
Pada prinsipnya pengenalan itu dapat dibagi melalui tiga hal:
1. Pengenalan indra: Yaitu segala hal yang mampu ditangkap oleh panca indra, mata hidung, kulit dll
2.
Pengenalan akal atau rasio. Yang segala hal berdasarkan pemikiran dari
hasil membaca, pengalaman diri sendiri, pemberitahuan, ceramah,
mendengar dll.
3.Pengenalan hati atau pengenalan intuisi. Hal ini
seumpama wahyu atau ilham. Sesuatu yang mendadak ada dalam hati. Seolah
dorongan dari dalam diri sendiri.
Namun masalahnya adalah hati
terbolak balik antara kebaikan dan keburukan. Maka Pengenalan hati
haruslah menggunakan referensi baik dan buruk.
Pembeda antara baik
dan buruk adalah petunjuk Tuhan. Islam mengabarkan bahwa pembeda ini
adalah Al Quran. Maka pada bagian ini lebih tepatnya disebut pengenalan
ruh. Namun karena sulitnya dalam mengenal ruh, maka tentu saja lebih
mudah dan jelas disebut pengenalan hati yang akan meningkat menjadi
pengenalan ruh.
Pada prinsipnya kita sulit hanya menggunakan salah satu
pengenalan saja. Bahkan sering kita tidak mampu membedakan mana pengenalan indra,
pengenalan
akal dan pengenalan hati. Karena yang teramati adalah akibatnya. Dan
kita tidak lagi memperdulikan itu. Rancu dan tumpang tindih.
Sehingga nantinya akan secara otomatis dilakukan bersamaan dalam atu waktu dan detik yang sama.
Maka latihan demi latihan yang dilakukan tujuan utamanya adalah pengenalan ruh.
Terutama dalam sholat khusuk ini. Yaitu agar mengenali sesuatu yang menjadi pembeda.
Sehingga kita akan mampu membedakan ilham baik dan ilham buruk. Lalu mengikuti ilham baik. Itulah yang disebut ruh.
Proses pengenalan inilah yang akan berlanjut menjadi Komunikasi. Yaitu Komunikasi langsung dengan Sang Pencipta.
Komunikasi.
Komunikasi
adalah hal mendasar atau hal yang paling vital
dalam kehidupan manusia. Kesalahan komunikasi akan mengakibatkan
perselisihan, perpecahan atau peperangan. Komunikasi ini juga mampu
membentuk suatu budaya, suatu kultur atau suatu peradaban dalam manusia.
Komunikasi antara
satu manusia dengan manusia lain yang membuat kemajuan.
Komunikasi
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Komunikasi dari satu bangsa
ke bangsa lain. Terus berlanjut. Bayangkan seorang bayi yang hidup
di
kalangan kera yang tidak pernah berhubungan dengan manusia. Maka bayi
itu akan menjadi koloni kera. Atau bayi itu akan memiliki kesadaran
sebagai "kera".
Bayangkan suku terasing yang tidak pernah
berkomunikasi dengan manusia lain, suku pedalaman Irian, suku pedalaman
Kalimantan atau suku pedalaman
di Afrika. Apa yang membedaan
suku-suku tersebut dengan kita yang merasa menjadi "manusia modern".
Yang berbeda adalah komunikasi.
Bisa jadi kalau seorang anak suku
pedalaman itu sejak bayi diambil dan dirawat dalam kehidupan manusia
modern maka akan hidup sebagaimana halnya manusia modern. Demikian pula
bisa jadi bayi manusia modern yang dipelihara sejak bayi di daerah suku
pedalaman akan memiliki kesadaran
sebagaimana halnya
warga suku
pedalaman ini.
Komunikasi, atau penyampaian kabar atau berita
inilah sebuah tonggak yang luar biasa, sehingga manusia bisa disebut
sebagai "manusia". Sebagai khalifah atau sebagai wakil Tuhan. Wakil yang
membawa informasi Tuhan. Wakil yang memiliki kesadaran. Maka kesadaran
akan Tuhan inilah yang terus dijaga dan diteruskan
dari waktu ke
waktu dan dari masa ke masa. Dari satu Nabi ke Nabi lagi., Kesadaran
akan pesan, kesadaran akan informasi. Kesadaran akan tujuan keberadaan
manusia di dunia ini.
Tuhan memberikan keluasan dan kebebasan
bagi manusia untuk membaca informasi. Menguak informasi, membaca,
mengamati, menggunakan informasi. Orang yang mampu membaca informasi
inilah orang yang mendapat petunjuk Tuhan di
bidangnya. Orang yang mampu membaca informasi tentang bumi dan menjadi
akhli kebumian, maka dia telah mendapatkan petunjuk Tuhan di dalam
masalah kebumian itu. Demikian pula di bidang
kelautan. Di bidang angkasa luar.
Di bidang apa saja
yang ada di alam semesta ini. Seluruh informasi di alam semesta ini terbuka lebar, seluas-luasnya bagi setiap manusia.
Namun
ada satu kekurangan dalam membaca informasi ini, semua informasi ini
tidak mampu menguak apa dibalik informasi ini, siapa yang membuat alam,
apa
tujuan keberadaan alam semesta ini, tujuan keberadaan manusia, dan
kemana sesudah alam ini berakhir. Dan banyak hal-hal lain yang tidak
akan penah
mampu dicapai oleh pengenalan dan pengamatan manusia.
Untuk itulah Tuhan memberikan petunjuk langsung dan informasi langsung
lewat para Nabi.
Menjelaskan siapa pencipta alam ini. Seperti apa
Tuhan sang pencipta alam ini, kemana manusia sesudah mati. Adanya alam
lain sesudah alam dunia ini.
Dan masih banyak lagi informasi-informasi yang ditujukan kepada: "Orang yang PERCAYA".
Sekali lagi informasi ini hanya diberikan kepada orang yang meyakininya. Makanya
informasi ini hanya diturunkan ke sebagian orang turun
temurun
yang mempercayai ini. Dalam Al Quran disebutkan yaitu
orang-orang yang mengikuti ajaran Nabi Ibrahim. Karena kaum atau
golongan merekalah yang meyakini dan mempercayai berita atau informasi
ini. Informasi ini tidak berguna bagi yang tidak percaya. Dan informasi
ini harus terus dilanjutkan dari masa
ke masa. Bagi kaum yang sudah
tidak mampu menerima informasi ini dan berusaha menghancurkan kaum yang
membawa informasi ini akan dihancurkan oleh Allah. Agar informasi ini
terus dikembangkan. Demi kelangsungan "estafet" informasi ketuhanan
sampai d akhir zaman. Yaitu kesadaran ketuhanan yang disebut jalan Tuhan
atau "dien".
Ketika informasi ini sudah tidak ada yang menerima
lagi, maka saat kehancuran mungkin sudah akan tiba. Karena sudah tidak
ada gunanya lagi. Mngkin itulah hari kiamat. Dimana orang sudah tidak
lagi mau menerima dan meyakini informasi dari Tuhan.
Syariat dan
Komunikasi
Dzikr adalah silatun, berhubungan atau
berkomunikasi dengan Tuhan. Sholat adalah Dzikr. Jadi semua syariat
adalah sarana bagi manusia untuk melakukan komunikasi. Berbicara.
Berhubungan. Bertemu dengan Tuhan. Bertukar informasi. Maka mendirikan
sholat adalah membangun sarana informasi. Menerima petunjuk. Membaca
informasi dari Tuhan. Menampaikan keluhan. Dua arah. Inilah sebenarnya tujuan utama dari syariat. Membangun jaringan informasi.
Coba kita yang telah hidup di era informasi ini mau membuka kesadaran.
Informasi itu ada dimana?
Kita
langsung berkata: TV atau radio atau internet!, koran atau di segala
sesuatu yang mengandung informasi. Di alam semesta ini.
Informasi ini
dipancarkan melalui frekuensy gelombang radio atau melalui cahaya.
Ketika saya kirimkan email ini, maka akan menyebrang ke seluruh dnia.
Dan akan diterima oleh semua orang di seluruh dunia yang "Terhubung dengan jaringan ini". Akan diterima oleh semua orang
yang silatun dengan saya.
Atau silatun dengan milis. Tentu saja
untuk mengerti berita yang saya kirimkan awalnya adalah mengenal tentang
internet. Lalu membuka jaringan internet.
Selanjutnya menghubungkan diri dengan internet. selanjutnya menerima email, membacanya. Terakhir mencoba
memahami isi atau berita itu. Kemudian menimbang
dengan akal dan hati. Itulah pengenalan menggunakan ketiga hal diatas, sampai memahami dan mengerti isi email ini.
Bayangkan
hal ini dengan sholat, informasi Allah itu seumpama cahaya (internet)
di alam semesta ini, sudah menyebar dan ada dimana saja kapan saja
dan
siapa saja yang mau terhubung, akan mampu download dan kemudian mampu
membaca. Namun tentu saja sebagaimana isi internet yang banyak sampah.
Maka
informasi di alam semesta ini juga berasal dari mana saja dari syetan,
iblis dan lain sebagainya.Maka kita perlu Furqan aau pembeda informasi.
Dengan pembeda inilah kita akan mampu mengenali mana informasi yang benar yang berasal dari Allah Tuhan semesta Alam.
Sholat khusuk
Untuk
lebih menyederhanakan membahas syariat maka akan dibahas salah satu
tiang syariat yaitu sholat. Suatu metode, atau suatu cara atau suatu
ibadah atau
ritual, atau apapun sebutannya untuk dzikr atau mengingat Allah, atau
untuk bertemu Allah, untuk berkomunikasi, dan untuk menerima petunjuk
atau menerima informasi. Itulah inti sholat, tujuan sholat, disamping
sebagai sebuah kewajiban atau perintah Tuhan yaitu untuk menyembah,
mengagungkan Tuhan dan lain sebagainya.
Pembahasan sholat untuk
mencapai kondisi khusuk ini telah banyak diuraikan dan telah pula banyak
pembahasan dan sangat mudah dicari, maka tidak akan dijelaskan lagi,
silahkan cari di milis inipun cukup banyak kajian mengenai hal tersebut.
Yang akan dibahas disini adalah prosesnya saja, dan tentu saja beberapa
hal penting yang terkait dengan proses ini.
Dalam sholat maka
satu hal yang penting adalah "Pengenalan" akan sholat, seperti telah
dijelaskan di atas, pengenalan itu meliputi tiga hal:
- Pengenalan indra
- Pengenalan akal
- Pengenalan hati (yang akan meningkat menjadi pengenalan ruh)
Pengenalan
dalam sholat
ini kemudian dilanjutkan dengan membedakan, yaitu membedakan petunjuk
atau ilham, dan terakhir tentu saja komunikasi atau membaca petunjuk.
Prosesnya
akan diambil sebuah contoh sederhana: Seseorang akan berkenalan dengan
calon mertua yang diharapkan akan menyayangi dan disayangi,
namun
calon mertua tersebut berasal dari daerah yang beda sehingga bahasanya
berbeda. Nah bagaimana proses perkenalan, bagaimana proses hubungan dan
komunikasi sehingga terjalin saling mencintai. Inilah pentingnya latihan
dan pentingnya pengenalan.
Pengenalan pertama tentu saja pengenalan indra. Ketika bertemu akan mampu melihat muka, melihat senyum, lalu merasakan pelukan atau jabatan tangannya.
Lalu pengenalan akal,
mencoba mencar tahu sifat-sifat kedua orang tua itu, bertanya, melihat,
mengamati, sedikit demi sedikit akhirnya mengenal lebih dalam, tidak
hanya yang nampak saja
tapi juga pemikiran dan sifat serta perbuatannya. Lalu pengenalan hati,
mulai
menimbang, mengamati, menilai, bagaimana rasanya ketika dimarahi,
bagaimana rasanya dipuji, bagaimana naik turunnya gejolak hati selama
proses pengenalan ini. Lalu mengambil kesimpulan dari pergerakan rasa
hati ini,
yaitu mengenal rasa yang baik dan mengenal rasa yang buruk. Sampai akhirnya mengenal secara benar calon mertua ini.
Proses
selanjutnya mengenal bahasa atau arti yaitu berkomunikasi dalam bahasa,
ketika sang mertua mengatakan rasa sayangnya, kita akan mampu
mengalami,
memahami secara mendalam. Maka komunikasi ini adalah
belajar bahasa satu demi satu. Bahasa yang awalnya dari perbuatan atau
dari pengenalan perbuatan.
Kata sayang adalah wujud atau lambang dari
perbuatan mertua yang menyayangi. Dan kata-kata yang lainnya. Satu kata
demi satu kata. Berwujud kalimat yang asalnya dari perbuatan yang
disuarakan. Akhirnya mampu berbicara dan berkomunikasi. Bayangkan anak
kecil yang belajar bicara. Tanpa penterjemah
mampu bicara
dalam waktu beberapa bulan saja. Bahasa apapun akan mampu diserap dengan mudah olehnya.
Lalu
bagaimana proses pengenalan dalam sholat itu, sebetulnya sama saja
dengan contoh di atas, sholat adalah proses mengenal Allah, dalam contoh
di atas
diibaratkan mata kita melihat dan telinga kita
mendengar dan kulit kita mampu merasakan. Nah pengenalan dengan Tuhan
berbeda, karena mata kita tidak melihat Tuhan, telinga kita tidak
mendengar Tuhan dan kulit kitapun tidak merasakanr Tuhan. Itulah uniknya sholat.
Namun pengenalan indranya sama persis, karena efek yang ditimbulkan dan teramati oleh indra akan sama.
Setelah belajar dan mengerti gerakan sholat yang benar.
Selanjutnya berlatih melakukan sholat, maka panca indra kita akan mampu merasakan.
Merasakan tubuh yang mulai menikmati gerakan sholat.
Merasakan ketekunan.
Merasakan kedisplinan, merasakan keseriusan dan kesungguhan.
Dan merasakan akibat yang terjadi dalam tubuh, misalnya badan yang sakit bisa sembuh dan lain sebagainya.
Kesadaran kita akan mampu mengenal bahwa kita telah "khusuk".
Raga kita telah khusuk.
Kita meyakini atas apa yang terjadi.
Intinya adalah jangan membandingkan
dengan orang lain.
Amati diri sendiri. Sampai kepada satu keyakinan. Saya telah khusuk. Saya
ridho. dan saya puas.
Proses selanjutnya adalah pengenalan akal,
yaitu sholat dengan menggunakan ihsan, tentu saja akal kita telah
memiliki ilmu yang cukup. Memahami hakekat ketuhanan. Mengerti
sifat-sifat Tuhan dan memahami agama berdasarkan buku, berdasarkan
kitab-kitab dan pemikiran. Akal akan mampu mengenal bagaimana
wujud
Tuhan, walaupun tidak tampak, namun akan mampu merasakan kehadiran
Tuhan, akan mampu merasakan kehadiran Tuhan dalam nafas, daam sel tubuh,
di alam semesta dan dimanapun. sehingga walaupun panca indra tidak
mampu melihat perwujudan Tuhan nampun akal mampu menyadari wujud Tuhan.
Bahwa
Tuhan itu dekat bahkan sangat dekat. Maha mendengar, Maha mengawasi.
Maha Meliputi. Maka proses sholat akan sangat serius. Pengenalan ini
akan membawa dampak bagi jiwa dan tubuh. Pergantian rasa demi rasa yang
sulit dimengerti dan sulit difahami. Pergolakan haru, sedih, gembira,
bahagia.
Dan silih bergantinya rasa. Maka kesadaran akan
mampu membedakan perubahan dan perbedaan rasa ini. Bahwa ada efek atau akibat dari sholat.
Ketika
akal telah mampu mengenal perbedaan rasa ini adalah akibat sholat maka
sholat akan menjadi sangat menarik dan tidak pernah membosankan.
Begitu
banyak rasa yang datang silih berganti dalam sholat. Dan kesemuanya ini
mampu dikenali oleh akal atau oleh kesadaran. Kesadaran akal ini sangat
terkait dengan kesadaran hati, sehingga kadang sulit dibedakan, karena
tabir yang menutupinya kadang sangat tipis.
Sehingga sebetulnya pengenalan yang ketiga adalah lebih tepat disebut pengenalan hati nurani, yaitu pengenalan ruh.
Ketika sholat telah mampu mengenal ruh.
Maka akan terasa dampak rasa yang luar biasa.
Seolah hati menjadi sangat luas.
Hati menjadi sangat tenang.
Menjadi sangat damai.
Sangat sejuk.
Lalu melembut dan melembut.
Dan terasa kasih sayang yang luar biasa.
Lalu terasa keindahan demi
keindahan.
Berlanjut ke rasa-rasa yang lain.
Rasa
syukur yang dalam. Rasa bahagia yang aneh.
Dan terus berlanjut
ke rasa-rasa lain yang aneh dan sulit untuk diceritakan. Namun intinya
semua rasa ini masih mampu dikenali. Dalam satu kriteria yang sama.
Yaitu
rasa sambung kepada Allah. Ketika rasa sambung ini terjalin maka maka
muncul rasa-rasa yang membahagiakan ini, rasa nikmat dan rasa syukur
serta rasa keindahan ini. Semua rasa ini jelas, nyata dan ada. Proses
pengenalan rasa inilah yang akan memandu ke arah khusuk yang lebih dalam
yaitu khusuk
yang mencapai ruh.
Apapun tahapan yang sedang kita
rasakan dan alami, apakah khusuk indra atau khusuk akal ataukah khusuk
ruh. Terima dengan rela dan pasrah. karena inilah proses mengenal khusuk
ini. Apapun kondisinya inilah khusu'. Dan khusu' seseorang sulit untuk
dibandingkan dengan oreang lain. Dan tentu saja tidak perlu
dibandingkan. Yang penting khusu' ini telah memberi manfaat, telah
memberi kebaikan bagi diri sendiri. Namun tentu saja
perlu
peningkatan demi peningkatan.
Setelah mengenali rasa sambung
kepada Allah ini maka selanjutnya memulai berkomunikasi. Yaitu
membedakan mana petunjuk dari Allah dan mana yang bukan. Petunjuk itu
akan diletakkan dan ada dalam hati. Ayat-ayat Allah akan mampu dibaca
oleh hati. Seolah hati mengerti dan memahami..
Begitu seterusnya,
sehingga sholat akan selalu up to date, sholat akan selalu menarik,
sholat akan selalu fresh, sholat akan hidup, dinamis dan bervariasi.
Bukan
variasi dalam syariat atau gerak namun begitu variasi dalam gerak rasa.
Begitu hebat an dahsyatnya pergerakan rasa di dalam dada ini.
Maka
sholat adalah perjuangan mengenal rasa, lalu membedakan rasa dan
terakhir adalah menetapi rasa yang diridhoi Allah berdasarkan referensi
yang kita yakini, yaitu Al Quran. Dengan demikian sholat tidak akan
menjemukan, sholat tidak membosankan, sholat tidak statis, tetapi selalu
dinamis.
Sholat adalah memposisikan jiwa kita di
hadapan Tuhan.
Sholat menyadari posisi jiwa di hadapan Tuhan lalu membiarkan Tuhan menyucikan jiwa kita
seperti sebuah navigator yang menunjukkan arah yang tepat
Sholat merupakan repetisi power yang luar biasa
sama seperti berlatih atletik, berlatih catur, belatih musik atau berlatih apapun
pengulangan demi pengulangan
latihan demi latihan akan semakin mengenal diri sendiri
membaik dan membaik
meningkat dan meningkat
sampai menguasai
namn tidak akan pernah mencapai ujung
karena selalu masih ada perbaikan di depan
maka itulah sholat
ketika semakin mengenal diri sendiri maka akan mengenal Tuhan
Demikian
pula dengan ibadah atau syariat yang lain, contoh sholat ini telah
membuka jendela kita yaitu melakukan pengenalan demi pengenalan
selanjutnya melakukan pembeda, dan terakhir membaca informasi. Itulah petunjuk Allah. Itulah keyakinan.
Sehingga seluruh ibadah akan mampu dilakukan dengan
rela, puas, dan ridho. Dengan mudah sederhana dan ringan.
Selalu sesuatu dengan keadaan kekinian dan selalu up to date.
Berikut ini akan penulis cuplik tulisan usadz Abu Sangkan mengenai Syariat sebagai Gerbang Hakikat.
Penulis tidak mampu menuliskan tentang kajian agama, namun hanya menuliskan tentang proses dan
pengamatannya, sebagai pengguna agama.
Silahkan baca tulisan beliau selengkapnya, bagian ini hanyalah cuplikan saja.
Syariat Sebagai Gerbang Dunia Hakikat.
--------------------------------------
Pada kali ini penulis akan membicarakan masalah
syariat pada sisi yang lain disamping sudah terpapar
mengenai bersyariat untuk memikirkan mengenai
ayat-ayat kauniah. Juga akan penulis ungkapkan
masuknya seorang mukmin sejati dalam bersyariat
sehingga mencapai kepada tingkat hakikat syariat
secara transendental. Dimana pada sisi ini adalah
bagaimana melaksanakan syariat dan merasakan keimanan
yang sebenarnya dengan tetap mengacu pada kontrol Al
Qur’an dan Al hadist.
Imam Hasan Al Banna berkata di dalam risalah ta’lim :
Bagi iman yang tulus, ibadah yang benar serta
mujahadah (berjuang menundukkan hawa nafsu) melahirkan
cahaya kelezatan yang Allah limpahkan ke dalam hati
siapa saja yang Dia kehendaki diantara
hamba-hamba-Nya. Akan tetapi ilham, khowatir
(lintasan-lintasan hati), kasyf (penyingkapan rahasia
ghaib) dan mimpi bukanlah merupakan dalil-dalil hukum
syariat dan tidak dianggap kecuali dengan syarat tidak
bertentangan dengan hukum agama dan nash-nash-Nya
(nash dari Al Qur’an dan As Sunnah).
Di dalam menyikapi prinsip syariat, ada dua
golongan/kategori yang termasuk di dalamnya, yaitu :
Golongan pertama, golongan yang mengabaikan cita rasa
yang terkandung dalam syariat, atau mereka menilai
sesuatu secara lahiriah saja tanpa melihat kepada
pengertian sesungguhnya, yang mana mereka/golongan ini
mengingkari pengaruh apapun yang timbul dari iamn yang
dalam, ibadah yang benar, serta ketulusan dalam
bermujahadah di dalam mencemerlangkan akal dan memberi
hidayah kepada hati.
Golongan kedua, yaitu golongan orang yang di dalam
melaksanakan ibadah (bersyariat), tidak hanya sampai
kepada makna lahiriah saja, tetapi perhatian terhadap
penghadapan jiwa secara hanif (lurus) dan
sungguh-sungguh dalam berjuang melumpuhkan hawa nafsu.
Di dalam hadist shahih, Rasulullah SAW bersabda :
"Akan dapat merasakan makanan iman ialah : orang yang
ridho terhadap Allah sebagai Tuhannya, islam sebagai
agamanya, dan Muhammad sebagai nabinya (HR Muslim dari
Al Abbas).
Sufyan bin usyainah pernah ditanya "Mengapakah ahlul
ahwa (yang bergelimang dalam nafsu) itu begitu kuat
cintanya kepada nafsunya ?" Sufyan menjawab : "Apakah
engkau lupa firman Allah yang mengatakan :
"Dan mereka itu telah dimesrakan dalam hati-hati
mereka untuk menyembah anak lembu dengan kekufuran
mereka (QS. Albaqarah : 92)".
Setiap peribadatan yang apabila kita lakukan dengan
syarat sungguh-sungguh akan mendapatkan dampak kepada
hati berupa kesejukan dan kemudahan untuk melakukan
kebaikan-kebaikan yang dirihoi Allah SWT. Dan
sebaliknya apabila kita melakukannya dengan sekedarnya
saja atau hanya memenuhi syarat sahnya syariat, maka
kita tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali rasa penat
dan jenuh. Sehingga terasa sekali di hati kekakuan dan
kecongkakkan yang dengan tetap bersimbulkan keislaman.
Maka jadilah budaya kita adalah budaya islam yang kaku
dan jauh dari sifat kasih sayang serta kebusukan hati
yang diseliputi bungkus syariat islam. Kenyataan ini
hendaknya kita koreksi bagaimana sikap orang mukmin
terhadap sesama, dan bagaimana mereka bila disebut
asma Allah.... lalu bergetar serta tersungkur dan
menangis tak tertahankan.
Di dalam Al Qur’an banyak menjelaskan ciri-ciri orang
mukmin sejati. Yang seharusnya menjadi acuan dalam
hidup kita dalam melakukan peribadatan kepada Allah
SWT. Bukannya lantas takluk kepada kekalahan terhadap
nafsu. Yang akhirnya kita tetap berkubang dalam
kecintaan terhadap bimbingan setan yang sesat.
Kesulitan hati dalam merasakan nikmat Allah berupa
kelezatan iman. Cemerlangnya hati, kekusu’an serta
berbuat baik. Ini disebabkan ada bisikan pembimbing
yang setia setiap saat dalam melakukan kekejian dan
kemungkaran, yaitu setan laknatullah. Sebagaimana
dicantumkan dalam Al Qur’an surat Az Zkhruf 36 :
"Barang siapa yang berpaling dari dzikir kepada yang
maha pemurah, kami adakan baginya setan (yang
menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi teman yang
selalu menyertainya".
Sedangkan dalam surat Al Mujadalah ayat 19 Alah
berfirman, artinya :
"Telah dikerasi mereka oleh setan, maka setan itu
telah menjadikan mereka lupa kepada menyebut Allah"
Dilanjutkan dalam surat An Nissa 142 tercantum,
artinya :
"Mereka gemar memperlihatkan amalan-amalannya kepada
manusia ramai dan mereka tiada menyebut Allah kecuali
hanya sedikit"
Juga dalam surat An Nur ayat 21 , artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah setan. Barang siapa yang
mengikuti langkah-langkah setan itu menyuruh perbuatan
yang keji dan mungkar. Sekiranya tidak karena karunia
Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian niscaya
tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan keji
dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan
siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah maha mendengar
lagi maha mengetahui".
Setelah melihat dengan jelas keterangan Al Qur’an
mengenai betapa setan merupakan penyebab utama dalam
mengarahkan manusia untuk berbuat keji dan mungkar,
sehingga manusia tidak lagi mampu berbuat yang
diperintahkan Allah. Namun demikian Allah menjelaskan
dalam Al Qur’an bahwa Allah sendirilah yang akan
mengangkat manusia ketika manusia dalam perangkap
setan. Kita tidak akan mampu menolak ajakan setan
sebab mereka berada dalam pusat hati kita, kita
bagaikan terpengaruh hipnotis dimana selalu menuruti
apa yang diperintahkan setan. Maka jadilah kita orang
yang selalu dalam bimbingan setan. Hati kita menjadi
keji tanpa harus melalui proses berpikir. Rasa jahat
itu muncul seketika dalam hati dan merasakan sulitnya
berbuat kebajikan.
Akan tetapi kekuatan atas kesungguhan dalam menghayati
perilaku syariat mengakibatkan si pelaku menemui
hakikat (kebenaran) dari apa yang dilakukan selama
ini. Seperti diungkapkan Al Qur’an mengenai shalat
"bahwa sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji
dan mungkar" (Al Ankabut : 45 ).
Pemahaman atas ayat tersebut adalah bahwa shalat
merupakan alat pencegah dari segala perbuatan buruk.
Satu hal yang akan penulis kedepankan memperhatikan
masalah shalat, bagaimana kita menghayati dan
meluruskan jiwa kita dalam menghadap kepada yang
menciptakan langit dan bumi dengan tidak sedikitpun
kesyirikan dalam hati maupun pikiran kita. Kehadiran
hati, perasaan serta dialog yang telah disyariatkan.
Apabila si pelaku tadi melakukannya dengan totalitas
tinggi (kaaffah), maka ia akan mendapatkan karunia
ketidakmampuan berbuat keji dan mungkar, serta akan
dimudahkan untuk selalu bersikap baik. Karena di dalam
hati orang itu sudah timbul perasaan ihsan yang
terus-menerus terhadap Allah. Syariat tidak lagi
menjadi beban si pelaku. Tetapi merupakan energi bagi
kehidupan serta menjadi alat komunikasi yang indah
untuk selalu berdialog dalam do’a.
Ketidak-mampuan dalam melakukan perbuatan keji dan
mungkar adalah merupakan karunia Allah, merupakan
kenyataan (hakikat). Si pelaku tidak lagi merasa
tertekan dan terbebani syariat yang begitu banyak.
Berdasarkan keterangan di atas, maka kecintaan
terhadap perbuatan keji dan mungkar itu hanya dapat
diatasi dengan membawakan hati tersebut selalu
teringat kepada Allah serta mengihklaskan hati kita
hanya untuk Allah. Sebagaimana Allah firmankan dalam
surat Yusuf 24 :
"Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan
perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud
(melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak
melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikian itu karena
hendak memalingkan yusuf dari perbuatan jahat dan
keji, karena sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba
yang ikhlas"
Allah telah mengisyaratkan pada ayat-ayat di atas
bahwa kita tidak akan mampu beribadah dengan baik atau
melakukan syariat yang begitu banyak, rasanya mustahil
kita memenuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan Oleh
Allah tersebut, kecuali atas karunia dan
bimbingan-Nya. Dan untuk mendapatkan bimbingan serta
ianah Allah kita diharapkan memasrahkan diri setiap
saat dalam segenap keadaan, dengan cara mengingat
Allah baik pagi maupun petang, serta mengiklaskan
setiap peribadatan hanya untuk Allah semata. Begitulah
Allah memalingkan nabi Yusuf dari perbuatan tercela
dengan menuntun dan dan mencabut rasa keji dan mungkar
dihatinya. Padahal saat itu kedua belah pihak antara
nabi Yusuf dan Siti Zulaiha sudah saling menginginkan,
namun nabi Yusuf berserah diri kepada Allah untuk
mendapatkan burhan (penerang) dari Allah. Atas dasar
keiklasan dan pemasrahan yang kuat kepada Allah
akhirnya nabi Yusuf mendapatkan karunia terlepas dari ajakan syetan.
Begitulah ketika syariat telah menggunakan daya dari Allah
maka pelaksanaan syariat itu akan menjadi ringan dan mudah
karena adanya dorongan dari dalam.
Bayangkan seperti seorang yang hobby sepak bola
akan dengan mudah menonton pertandingan sepak bola
atau seorang yang hobby musik, maka akan dengan suka cita
mendengarkan musik tanpa perlu di dorong
Maka kajian untuk menimbulkan hobby atau rasa suka ini
adalah kajian untuk menimbulkan daya dorong dari dalam
dan inilah yang disebut dorongan terdalam dari hati (ruh)
Dalam kisah ini disebutkan ibadah seperti atap istana kahyangan
ihsan seperti tiang dari istana kahyangan ini
ihsan inilah seperti dorongan hobby
dari dalam
maka ibadah yang
dilakukan akan merupakan kesenangan atau hobby.
Sebetulnya sangat banyak yang harus dijelakan,
namun intinya satu saja:
Berlatih dan berlatih
Berlatih dan berlatih
Berlatih dan berlatih.
dst...
dst...
Maka sangat wajar dan mudah difahami:
Dengan mengingat Allah hati menjadi tenang
Dengan sholat ketenangan yang sangat luar biasa mampu dirasakan
Tentu saja sholat yang khusu'
Belajarlah sholat ini, karena sangat mudah dan sederhana
lebih mudah dari belajar komputer
lebih mudah dari belajar naik sepeda
lebih mudah dari belajar ilmu alam
sayangnya kita sendiri yang menghijab
yaitu menganggap khusu' itu sulit
lalu kalau saya katakan
tidak khusu' itu sulit?
Wassalam
Imam
Sarjono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.