Siapa yang tidak kenal ujian nasional. Orang-orang menyebutnya UN.
Sebuah kegiatan hajat besar negara yang mengeluarkan duit yang tidak
sedikit. Ada pro dan kontra di sana. Mereka yang kontra mengatakan,
“duit segitu mending buat perbaiki fasilitas sekolah yang rusak, sebab
fasilitas sekolah masih belum merata di negeri ajaib ini”. Sedangkan
mereka yang pro sangat yakin UN akan akan meningkatkan mutu pendidikan
di negeri “paman besut”. Bahkan UN dipuja-puji bak makhluk tuhan paling
seksi.
Tiba-tiba sekolah menjadi bermuatan religius. Doa bersama sampai sholat
dhuha dikampanyekan. Katanya, ikhtiar dengan pendalaman materi sudah
dilakukan. Tinggal saatnya kita berdoa. Mereka menangis sesunggukan.
Kocek kantong orang tuapun ikutan menangis. UN membuat para orang tua
menjerit dengan semakin tingginya biaya pendidikan. Orang tua terpaksa,
dan dipaksa untuk membayar biaya bimbingan belajar dan pendalaman materi
soal-soal UN. Hal yang lebih sadis lagi, sekolah bekerjasama dengan
bimbingan belajar agar siswanya lulus 100 persen. Sebuah harga yang
harus dibayar mahal demi sebuah prestise sekolah unggul di masyarakat.
UN memang penting buat peserta didik, bila kita semua menyadari bahwa UN
bukan makhluk Tuhan paling seksi. Kepandaian dan kecerdasan peserta
didik tidak hanya dilihat dari nilai. Aspek kognitif tidak melulu
menjadi raja dalam penilaian pembelajaran. Kita lupa ada aspek afektif
dan psikomotor yang juga dapat dijadikan bahan penilaian. Itulah mengapa
para peserta didik kita cerdas dalam menjawab soal-soal un, tapi tak
cerdas mengatasi sikap dan perilakunya menjadi pribadi yang berkarakter.
Anakpun tak bergairah untuk berprestasi dan mencapai nilai yang tinggi.
Pada akhirnya kita hanya melahirkan pengangguran terdidik yang miskin
kreativitas dan Imajinasi.
Berita-berita negatif seputar UN jangan ditanya lagi. Hari pertama dan
kedua saja, kita menemui berbagai kecurangan yang dilakukan peserta
didik di SMA dan SMK. Adanya guru pengawas yang tertidur pulas di saat
mengawas UN menjadi bahan tertawaan di jejaring sosial twitter dan
facebook. Belum lagi peserta didik yang ketahuan mencontek lewat ponsel,
digiring polisi bak residivis kelas kakap. Gayus saja yang mencuri duit
rakyat masih terlihat terhormat, masa anak SMA ketahuan nyontek
digiring oleh polisi?
Entahlah, ini tak masuk akal sehat saya. Mata saya hanya bisa melihat
bangga ketika pak mendiknas eh mendikbud datang ke sekolah teman saya.
Wow senang sekali dikunjungi pak menteri pagi hari. Sampai-sampai pak
menteri melongo ke toilet putri. “Awas pak ada sundul bolong” seperti
apa yang bapak katakan di televisi.
UN memang makhluk Tuhan yang paling seksi. Selama hampir 20 tahun
menjadi pendidik, saya temukan ritual-ritual budaya sekolah yang
dilestarikan dengan legalitas kerohanian dan keagamaan. Seolah-olah
mereka yang tak beragama tidak akan pernah lulus UN, karena tak
mengikuti doa bersama dan sholat dhuha bagi yang muslim. Entah bagi
mereka yang non muslim, mungkin lebih kurangnya sama. Begitu kira-kira.
Saya bukannya tak mendukung doa bersama. Apalagi sholat dhuha yang
disarankan ajaran agama Islam. Banyak rezeki yang akan turun ke bumi
bila kita rajin sholat dhuha. Hanya saja kenapa pelaksanaannya lebih
heboh di saat menjelang UN? Bukankah UN akhirnya menjadi makhluk Tuhan
yang paling seksi? Dicari dan dikagumi banyak orang di muka bumi. Bak
selebriti trio macan yang lagi naik daun sekarang ini. Mungkin mereka
bernyanyi “Iwan Peyek” yang terkenal itu.
UN seharusnya dilaksanakan dengan gembira. UN harus dilaksanakan dengan
suasana menggembirakan. Bila peserta didik sudah gembira maka
kebahagiaan akan tercipta. Ketika kebahagiaan tercipta, pastilah
prestasi tinggi akan diraih. Seperti sekolah dimana saya mengabdikan
diri. Orang tua, guru, dan siswa saling melengkapi. Peserta didikpun
menyadari bahwa UN adalah sebuah proses yang harus mereka lalui untuk
menggapai cita-cita mereka. Menjadi generasi penerus bangsa yang berguna
bagi bangsa dan negaranya.
UN memang sudah menjadi makhluk Tuhan paling seksi. Pejabat negara
dibuat pusing karenanya, para guru dibuat sibuk dengan katrol mengkatrol
nilai. Nilai menjadi dewa, dan peserta didikpun didorong untuk mencapai
nilai tinggi. Seolah-olah tanpa nilai yang tinggi, siswa belum menjadi
apa-apa.
Masalahnya, bila peserta didik diajar oleh guru yang berbahagia mungkin
tak jadi persoalan. Tetapi bagi mereka yang dididik oleh guru yang
pengeluh dan super cuek dengan anak didiknya, maka UN menjadi sebuah
persoalan besar. UN menjadi ditakuti, dan bukan lagi sebagai alat
evaluasi yang mengukur kemampuan siswa secara akademisi.
Dalam buku membangkitkan gairah anak untuk berprestasi yang ditulis oleh
Amir Faisal dan Zulfanah (2011) disebutkan guru harus menjadi pendidik
dan pembimbing belajar yang sukses. Siswa dan guru menemukan kebahagiaan
dan kegairahan hidup serta menemukan konsep diri dalam kehidupannya.
Oleh karena itu diperlukan penyamaan visi, mengapresiasi peserta didik,
mengenali cara kerja otak dalam menemukan tujuan bersama dan
mengapresiasi anak-anak. Gurupun dituntut untuk melakukan tindakan yang
efektif, produktif, dan menggairahkan suasana belajar. Dengan begitu
belajar menjadi mengasyikkan. Peserta didikpun menjadi tahu seni
menjual, melakukan persuasi, dan berkomunikasi secara efektif. Para guru
merubah diri menjadi seorang motivator ala Mario Teguh dan Tung Desem
Waringin.
Begitulah kira-kira pemahaman saya setelah membaca buku membangkitkan
gairah anak untuk berprestasi yang diterbitkan oleh penerbit elex media
komputindo. Dengan demikian mendidik berarti memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada peserta didik untuk membuat dirinya mencapai
prestasi tinggi.
Akhirnya, saya hanya bisa tersenyum semoga pelaksanaan UN berjalan
tertib dan lancar. Sebuah kalimat yang selalu saya tuliskan di berita
acara sebelum saya tanda tangani sebagai seorang pengawas UN. Saya pun
tersenyum bila sudah melaksanakan tugas negara dengan baik. Anda boleh
tak setuju pelaksanaan UN, tapi faktanya UN masih menjadi makhluk Tuhan
yang paling seksi di negeri ini.
salam Blogger Persahabatan
Omjay
http://wijayalabs.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.