Rabu, 25 April 2012

ADAKAH PLURALISME (?)

Perjalanan panjang, melewati malam, menembus lorong peradaban manusia, yang terlupa.  Peradaban yang terus menembusi lorong waktu. Hingga kini, dalam kesadaran manusia tinggal-lah sisa-sisa. Bekas sebuah peristiwa besar yang  menggurat teramat dalam pada kesadaran manusia. Peristiwa yang menghentakkan akal dan kesadaran masyarakat pada saat itu. Peristiwa yang tidak logis, menabrak teori dan logika manusia. Peristiwa yang pada masanya, akhirnya   menimbulkan gelombang besar pemikiran dalam ranah teologi manusia. Sampailah sudah di jaman kita ini.

Sungguh sulit memaknai, hingga kini, manusia  tertatih tatih menetapi, mencari kisi-kisinya. Mencoba keluar dari ‘binding’ namun diri sudah tak mampu lagi. Begitu kuatnya cengkeraman kesadaran kolektif yang meliputi diri tiap manusia. Di sebabkan peristiwa tersebut sungguh dahsyat mendobrak kesadaran manusia pada saat itu. Sungguh hingga kinii bekasnya masih tersisa, dalam kesadaran manusia, dalam ranah teologi.

Kini manusia sulit menetapi. Hingga manusia sendiri kadang sudah tak mengerti berada di kisi manakah diri nya ini. Bahkan mungkin  juga , manusia menjadi sudah tak peduli lagi, jika keadaan  dirinya kini  tengah terjebak dalam labirin kesadaran yang  dibuat oleh  nenek moyang-nenek moyang mereka terdahulu. Kesadaran itu menembus waktu menerobos setiap generasi, peradabannya hingga kini, menetap dalam otak manusia,  meliputi diri anak manusia. Kesadaran yang sudah terbentuk begitu, jauh sebelum peradaban manusia  itu sendiri dan jauh sebelum baca tulis dapat di pahami. Kesadaran yang telah melahirkan problematika hingga kini, kesadaran yang kini manusia menyebutkannya dengan PLURALISME.

Peristiwa-peristiwa besar,  kita catat  telah melahirkan pemahaman pemikiran dan peradaban manusia, berikut  dengan kesadaran kolektifnya. Dimana kesadaran tersebut pada gilirannya,  telah melahirkan agama-agama di muka bumi ini.  Sebut saja peristiwa di hidupkannya  seorang pembesar negri, oleh sebab dirinya di pukul dengan anggota tubuh SAPI BETINA. (Di abadikan dalam Al qur an surah Al Baqoroh). Peristiwa yang menggurat kesadaran manusia lagi.  

Pemaknaan yang kurang pas melahirkan pemahaman baru lainnya, begitulah kejadiannya. Peristiwa tersebut, sungguh telah menyentak-kan kesadaran masyarakat pada saat itu. Bagaimanakah seekor SAPI mampu menghidupkan seeorang manusia yang telah mati. Hanya dari potoingan tubuhnya lagi, bagaimana itu (?).  Sungguh tak masuk di akal. Kesadaran kolektif masyarakat pada saat itu tak mampu menerima kenyataan itu. Mereka tak sanggup berfikir lebih dalam. Mereka tak mampu merasakan adanya Dzat yang mengatur sebab kejadian tersebut. Maka manusia kemudian menciptakan imajinasinya sendiri. Akhirnya lahirlah pemahaman dan kesadaran adanya dewa-dewa, berikut dengan binatang tunggangannya yang di anggap sakti. Bukannya manusia mengakui akan kebesaran Tuhannya dengan adanya kejadian yang nampak terpampang di depan matanya. Ternyata  bekerjanya sistem kesadaran manusia malahan justru sebaliknya. SAPI tersebut  yang akhirnya justru menjadi  binatang sakti yang di puja-puja. Seekor SAPI BETINA akhirnya di anggap sebagai dewa pula. Peristiwa ini melahirkan gelombang pemikiran yang menyerbu manusia pada saat itu, lahirlah sebuah agama baru dalam ranah teologi saat itu. (Proses berfikir model seperti ini masih sering terjadi pada masyarakat sekarang ini).
.

Peristiwa besar lainnya. Peristiwa di salibnya seorang nabi yang sangat di kasihi umatnya. Peristiwa ini menyisakan kepiluan yang amat dahsyatnya dalam nurani manusia. Dalam kesadarannya manusia tidak mengakui dan tidak mau menerima kenyataan itu. Seorang manusia yang begitu baik, yang sanggup menghidupkan orang mati, yang sanggup menyembuhkan segala macam penyakit. Seorang manusia yang sangat ideal pada masanya itu. Mengapakah kematiannya begitu tragisnya.  Alam kesadaran manusia menolak itu. Jiwa mereka memberontak atas kejadian itu. Mereka tidak mau menerima takdir Allah. Bukan begitu nasib orang baik seharusnya. Mereka tidak terima. Hati mereka memberontak. Jiwa berteriak lantang. Menggugat takdir !. Gelombang pemikiran penentangan begitu dahsyat merambah bagai gelombang kejut menerjang apa saja, menjungkir balikkan akal dan logika. Melahirkan agama baru, peradaban baru, dan kesadaran baru dalam teologi manusia. Akhirnya manusia yang nabi diposisikan sebagai TUHAN. “Begitulah tempat semestinya bagi manusia yang baik . “  kata sang jiwa. Jiwa mereka tenang dengan pemahaman itu.   

Sama halnya kejadiannya, ketika terjadi peristiwa besar dalam perang Sifin. Peristiwa terbunuhnya cucu Roasululloh dari Ali bin Abi Tholib. Telah membekaskan kesadaran yang serupa kejadiannya dengan peristiwa penyaliban nabi Isa. Peristiwa yang mana telah mlahirlah pemahaman baru dalam peradaban Islam yang senada dengan pendahulu mereka kaum nasrani. Penyangkalan kepada takdir melahirkan kesadaran yang lain. Akal kembali mereka-reka jalan cerita, mengubah disana sini, mecari pembenaran agar Jiwa mereka yang tersakit mampu tenang. Dengan pemahaman begitu jiwa mereka menjadi tenang. Maka Ali di letakkan dalam posisi yang luar biasa di mata mereka. Mengalahkan para sahabat lainnya.  Senada dengan bagaimana peristiwa di salibnya Nabi Isa. Kisah yang memilukan, telah mempengaruhi kesadaran manusia. Mereka tak mau mendengar alasan apapun. Hati yang tersakiti, jiwa yang nelangsa akan mencari dan terus mencari. Akal akan membuat-buat rekaan jalan cerita agar iwa puas.

Begitulah bekerjanya sistem kesadaran manusia. Ketika kita menolak dan tidak mau mengakui dan menerima takdir pada dirinya. Maka jiwa akan meliar, angan akan ber imajinasi, bekerja tak henti mempertanyakan semuanya. Jiwa akhirnya merangkai-rangkai kejadian seenaknya, sebab jiwa tak mampu menerima keadaan yang tidak dapat diterima akal mereka. Maka jiwa akan mencari enaknya agar dirinya tenang. Akal akan merujuk apa saja rekaan cerita yang menenangkan jiwa. Akhirnya akal mencari-cari rekaan sesuatu yang mampu menenangkan jiwa. Ya..akal kemudian akan berkata kepada jiwa. Merangkai kejadian peristiwa penyaliban nabi Isa as,  itu sesuka mereka. Hal yang juga sejalan ceritanya dengan perlakuan golongan Syiah kepada keluraga Ali bin Abi Tholib. Merangkai peristiwa terbunuhnya Hasan dan Husein dalam rangkaian cerita tersendiri. Membuat-buatnya agar mampu diterima jiwa mereka. Maka kita dapati pemahaman TRINITAS dalam kesadaran teologi manusia, dan sejalan ceritanya dengan pemahaman Syiah dalam peradaban Islam.

Maka kajian-kajian berikutnya akan mencoba menguak kembali, kisi-kisi kesadaran manusia, yang terlupa, peristiwa maha dahsyat yang telah melahirkan peradaban.  Melahirkan agama-agama besar di muka bumi ini. Maka pertanyaan berlanjut  ADAKAH PLURALISME ?.


  Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh-menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. (QS. 2:72)
  Lalu Kami berfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota sapi betina itu!". Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti 64. (QS. 2:73)
  Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. (QS. 2:74)
  Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui 65? (QS. 2:75)

Dari pedalaman Kalimantan Timur, kajian selanjutnya di sajikan.


Salam
Arif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.