Kamis, 03 Maret 2011

Padang Kuruseta Hingga Padang Karbala

Pengantar ; Begitu rumit dan peliknya permasalahan sehingga untuk menjelaskan persoalan yang terjadi dalam dunia Islam saat kini, (seperti yang digagaskan Bpk. Riano Putra), membutuhkan methodology yang tepat. Al qur'an menceritakan bagaimana umat-umat terdahulu, bagaimana kearifan dipergilirkan antara umat satu ke umat yang lain, bagaimana peran para nabi-nabi memberikan kesadaran kepada umatnya masing-masing. Dan bagaimana kemudian umat mereka kesudahannya. Semua itu bisa kita baca dan kita kaji sekarang. Maka dengan methodology itulah saya mencoba mengkajinya. Semoga bermanfaat. Amin

Konsepsi Dunia dan Akhirat

Konsep yang diusung semua agama, dalam memaknai kehidupan di dunia ini adalah sebuah konsep keseimbangan dan perimbangan antara dunia dan akhirat. Akhirat adalah kehidupan yang kekal, sementara dunia adalah sementara. Agama kemudian mengkhabarkan bagi orang-orang yang mempercayai adanya kehidupan akhirat, dan menginginkan kehidupan akhirat yang kekal; hendaknya melakukan amal kebajikan. Sampai disini; Ternyata semua agama memiliki kesamaan.


Setiap agama dalam dinamikanya masing-masing, akhirnya melahirkan methodology yang harus diikuti para pemeluknya. Methodology inilah yang mengarahkan setiap pemeluknya, untuk mencapai syurga dan kehidupan kekal di akhirat. Dengan methodology tersebut di harapkan para pemeluk agama tidak tersesat; dengan hasil; kepada suatu hasil perilaku yang baik, bagi dan antara sesama umat manusia. Perilaku 'baik' inilah yang akan menghantarkann para pemeluk agama ke syurga, dan menghantarkan kepada kekekalannya di akhirat. Sampai disini; Ternyata semua agama memiliki visi dan misi yang sama.


Jika semua agama memiliki visi dan misi yang sama, kenapa menghasilkan 'produk' perilaku yang berbeda, pada setiap generasinya pada umatnya masing-masing?. Mulai dari Agama Hindu, Budha, Yahudi, Kristen hingga Islam, ternyata pernah melahirkan 'sejarah kelam'. Di mulai dari Padang Kuruseta hingga Padang Karbala. Di mulai dari Perang Mahabarata hingga Perang Perang Shiffin. Inikah sejarah kehidupan anak manusia ... ?. Jika mau disebutkan, maka terdapat ribuan kisah perang yang menyedihkan yang tidak tercatat di seluruh permukaan bumi ini. Kisah pilu dari setiap peradaban manusia dari generasi ke generasi. Bagaimana pembunuhan manusia atas manusia lainnya terjadi!. Bagaimana anak dan istri, serta kekasih-kekasih mereka meratapi!. Dan ibu-ibu yang melahirkan nestapa tiada henti!. Berapa gallon air mata tertumpah karena kesakitan kehilangan ini (?). Mereka semua menjerit kepada langit dan kepada bumi yang mengangkat dan membenamkan mayat-mayat ayah, suami, anak, dankerabat-kerabat mereka !!!. Jeritan yang yang mendirikan bulu roma, sampai-pun terasa hingga kini ... !?!.

Masih lekat sejarah mencatat, ketika Hitler membunuhi ratusan ribu nyawa orang Yahudi (Jumlahnya mungkin mencapai jutaan). Dan begitu juga tercatat, kekejaman pasukan Jepang, Pasukan Romawi, Persia, Mongolia, serta Majapahit, hingga Pasukan Mataram di Indonesia. Maka jika kita mau mengendapkan 'ego' kita. Dan kita telusuri fakta sejarah perkembangan umat manusia. Sejarah peradabannya dan agama-agama di dunia ini, maka kita akan dapati fakta yang mencengangkan. Setiap pertumbuhan agama, setiap perkembangan agama dipastikan telah memakan korban ribuan nyawa manusia. Mungkin bahkan bisa mencapai puluhan jutaan manusia. Masing-masing agama mencapai jaman keemasan mereka dengan cara-cara yang fantastik,, melalaui pengorbanan nyawa para pemeluknya sendiri. Maka hanya orang-orang yang tidak pernah melihat fakta sejarah saja, jika menganggap bahwa 'KEKERASAN' adalah monopoli ISLAM saja.


Maka karena itu saya menolak jika KEKERASAN di klaim dan dituduhkan milik monopoli suatu agama tertentu. Saya lebih suka menyikapi dan memaknai bahwa KEKERASAN adalah milik MANUSIA bukan milik agama. Terlepas apapun agama mereka. Hal ini sesuai dengan firman Allah:


Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Al Baqarah: 30)


Setiap agama telah mengajarkan, bahwa jika manusia berbuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah sesama manusia, maka orang itu akan mengalami siksaan di akhirat nanti. Ini adalah konsekuensi perimbangan dunia akhirat. Perilaku baik akan di ganjar syurga atau akhirat yang kekal , sebaliknya perilaku jahat akan di ganjar neraka atau siksa akhirat. Maka terserah kepada manusia mau percaya atau tidak atas khabar yang di sampaikan agama-agama tersebut. Maka seterusnya, kembali kepada kesadaran manusia; Jika dia percaya maka dia akan meyakini kebenaran itu, maka dia dengan sendirinya akan merubah perilakunya menjadi baik . Begitu pula sebaliknya !.


Seharusnya dengan ini kita menjadi tenang. Maka cukuplah bagi kita orang Islam berpegangan dengan firman Allah :


"Wahai orang-orang beriman! Jagalah diri kamu dan ahli keluarga kamu dari neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu" [Surah al-Tahrim, ayat 6].


Kemudian sebagai umat muslim yang meyakini kehidupan akhirat dan hari pembalasan, cukuplah bagi kita agar berserah diri dan bersiap menjadi saksi, serta menyerahkan semua urusan tersebut kepada Allah, karena sesungguhnya " ....... Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."(Al Baqarah: 30). Semua yang terjadi dalam liputan Allah, kekejaman manusia atas manusia lainnya sudah dalam ilmu Allah. Allah yang mengetahui hikmah semua yang terjadi pada setiap generasi , pada setiap peradaban. Dengan inilah kita berpegangan, agar kita tidak terjerumus kepada penghakiman atas apa yang terjadi dewasa ini. Sebagaimana yang kita lihat pada tayangan televisi dan media-media lainnya. Subhanalloh. Maka seyogyanya dengan keyakinan-keyakinan seperti itulah, mestinya kita melihat film-film kehidupan manusia. Dan sesungguhnya kita harus yakin bahwa sejatinya Allah SWT, sesungguhnya yang memegang skenarionya.



Film yang tidak pernah usai

Di sepanjang peradaban, manusia senantiasa tak lelah terus bertanya. Kebaikan apakah yang bisa di nikmati dengan perang ... ?). Kebaikan apakah yang bisa diperoleh dengan pembunuhan ... (?). dan kebaikan seperti apakah yang bisa di dapat dengan kerusakan ... (?). Ibarat sebuah film yang di putar. Ketika film masih di tengah-tengah yang dapat kita lihat adalah, peperangan itu, pembunuhan itu, kerusakan itu, dan lain sebagainya, kita terpukau , terpana, tidak mengerti, kecewa, gusar, seluruh perasaan di aduk-aduk, sedih, lara, dan lain sebagainya. Seketika pada saat itu, kita akan langsung menyalahkan, menghakimi, bahkan melakukan anarki , saking kesalnya. Hanya setelah film usai, baru kita mengerti, hikmah apa-apa yang ingin disampaikan sutradara melalui para pelaku di film tersebut. Begitulah Allah mengajarkan manusia, mungkin untuk ber abad-abad kemudian, dimana diharapkan manusia mampu memahami skenario, dan hikmah atas semua kejadian itu.


Kita sering hanya melihat, kemudian menjadi saksi. Dengan ini kemudian kita sudah ber presepsi. Namun sebuah pertanyaan menggelitik; bagaimana jika kita yang menjadi pelaku dalam film tersebut; bagaimana jika Allah menunjuk kita menjadi pemeran, menjadi lakon yang akan di mainkan dalam skenarionya. (?). bagaimana jika kita ber peran sebagai Arjuna dalam kisah perang Mahabarata..?. Bagaimana jika kita berperan sebagai Muawiyah dalam kisah perang shiffin. Kita tahu, Kedua tokoh tersebut memiliki kesadaran yang tinggi, tingkat spiritual yang luar biasa, dan ketauhidan yang menakjubkan. Bagaimana saat keduanya dihadapkan kepada suatu situasi sulit, yang harus diputuskannya. Arjuna dihadapkan kepada situasi perang dimana lawannya adalah saudara-saudaranya sendiri. Begitu juga Muawiyah harus berhadapan dengan orang-orang yang seganinya, dikaguminya, saudara se iman. Bagaimana pergumulan batin mereka, sering luput dari pengamatan kita semua. Kita hanya melihat dari sisi yang kasat mata saja.


Manusia sering tidak pernah peduli bagaimana kesudahannya, bagaimana Arjuna kemudian menuju ke puncak gunung, menjauhi dunia dengan memohon pengampunan begitu penyesalannya. Bagaimana Muawiyah dan para pembantunya kemudian memohon ampun tak berkesudahan, hingga di ceritakan air mata membekas di pipi para sahabat saking sedih dan takutnya pada Allah. Jikalau mereka bisa menolak peran tersebut, pasti mereka akan menolak. Sungguh Tuhan maha memaksa kepada hambanya, dan Dia yang mengetahui semua yang Ghaib. Maka apakah manusia tidak melihat, bagaimana kesudahan dari semua yang terjadi. Setelah perang diantara kesedihan mereka; mereka ber kasih sayang. Perang telah menyadarkan semuanya, manusia bahu membahu melakukan perbaikan, terjalin tali silaturahmi lebih kuat lagi, dunia bergulir lagi. Kemudian selanjutnya, manusia menciptakan tekhnologi untuk mempertahankan diri, dan sebagainya dan sebagainya. Tumbuhlah peradaban sebagaimana sekarang ini. Munculah perimbangan, kehidupan kemudian menuju kepada keseimbangan dunia baru.


Mengapa kita melupakan. Sungguh, ternyata kearifan tersebut sudah diajarkan semenjak dahulu. Di kisahkan; kearifan tersebut, diajarkan oleh Kresna kepada Arjuna dalam cerita Bhagavat Gita; saat ketika Arjuna mengalami 'kegamangan' dalam menetapi peran yang harus di lakoninya. Ketika Arjuna ‘gamang’ menghadapi ‘perang’ nya. Kresna kemudian memberikan 'semangat' bahwa semua itu adalah takdir yang harus di jalani Arjuna. Sebuah keyakinan yang harus dipertahankan. Bukan hanya sekedar benar atau salah. Namun lebih kepada, bagaimana manusia harus tunduk kepada skenario Tuhan yang maha Perkasa. Tanpa keraguan, tanpa kegamangan sedikitpun. Lancung sedikit berarti mati, tanpa makna diri. Demikianlah Arjuna mesti berperang , meski dia tidak pernah menyukai perang tersebut.


Bukankah Islam kemudian juga membenarkan bagaimana semestinya umat Islam menghadapi 'perang'nya masing-masing. Dengan satu kata JIHAD. Sesungguhnya kearifan ini juga sudah diajarkan melalui kisah Bhagavat Gita. Padang Kuruseta telah menjadi saksi Perang Besar dalam kisah Hindu. Padang Karbala telah menjadi saksi Perang Besar dalam kisah Islam. Kisah yang terpisahkan ribuan tahun, menjadi saksi dan pengajaran kepada manusia. Semoga manusia dapat memetik hikmah dan pelajaran; kearifan diantara keduanya.


Semua manusia hanyalah menjalani laku, sebatas 'keyakinannya' atas ‘kebenaran’ atas niat yang menjadi landasan dalam setiap geraknya. Apakah diniatkan karena Allah sebagaimana yang diajarkan Islam atau kepada lainnya. Inilah yang memberikan arti tersendiri atas 'kebenaran' !. Selebihnya hanya Allah yang maha mengetahui. Dan kepada orang-orang yang telah menjadi korban, yang jatuh dari setiap kelompok, atas mereka akan mendapatkan neraca (timbangan) yang se adil-adilnya. Mereka akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan amal perbuatannya masing-masing di dunia. Mereka akan mendapatkan 'pahala' tersendiri atas setiap yang telah mereka mainkan, dengan segenap kesungguhannya; sesuai kadar ke imanan mereka masing-masing. Akankah manusia terus menghakimi (?). Maka kesemuanya, kembalinya hanya kepada diri kita saja !. Subhanalloh...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.