TEMPO.CO, Semarang - Pemerintah
akan melarang para aktor penyiaran menjadi pengurus partai politik.
Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika Bidang Komunikasi dan
Media Massa, Henry Subiakto menyatakan larangan tersebut tercantum dalam
revisi rancangan undang-undang penyiaran versi pemerintah.
"Pemilik
media massa, pengelola, penyiar dan wartawan dilarang menjadi pengurus
partai politik," kata Henry dalam seminar Dominasi Pemilik Media
Terhadap Kebijakan Pemberitaan di Universitas Diponegoro, Semarang.
Alasannya, menurut dia, aktor penyiaran yang merangkap pengurus partai
politik akan merusak konten pemberitaan media.
Namun
demikian, lanjut dia, usulan pemerintah terkait revisi Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bisa lolos dan ada kemungkinan
juga tidak disetujui DPR. "Ini masih wacana," ujarnya. "Kami menerima
banyak laporan yang tidak setuju."
Dia
menambahkan, revisi Undang-undang Penyiaran sudah memasuki tahap daftar
isian masalah untuk dibahas bersama DPR. "Ada 840 isian masalah antara
rancangan versi pemerintah dan DPR," kata Henry.
Selain
soal larangan menjadi pengurus partai politik, pemerintah juga akan
mengatur konten media agar tetap netral dan seimbang. Selain itu, bakal
diatur juga soal struktur media tidak boleh dipakai untuk mendahulukan
golongan atau partai politik dan anti-diskriminasi. Anti-diskriminasi
itu, Henry mencontohkan, semisal penerapan iklan kepada semua pihak
dengan tarif yang sama.
Pelaksana
Harian Pengurus ATVLI Jimmy Silalahi menyatakan menjelang pemilu 2014
harus ada kampanye penegakan hukum UU Penyiaran dan UU Pers agar media
tetap independen. Saat ini, kata Jimmy, ada sekitar 300 stasiun
televisi, 1.000 radio dan hampir 400 media cetak. "Telah terjadi
monopoli kepemilikan di sejumlah media massa," ujarnya.
Modusnya
dengan cara jual beli izin ikatan di bawah tangan, pembelian saham
induk perusahaan (holding) dan jual beli izin secara terang-terangan.
Jimmy menambahkan regulator penyiaran sebagai pemegang amanat UU
Penyiaran harus tegas dalam penegakan hukum terkait monopoli kepemilikan
media.
ROFIUDDIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.