Aku
bukanlah Aku sebagaimana kau tahu, sebab Aku sendiri tidak pernah bertemu
dengan diriku. Aku menjadi ada setelah bertemu dengan Engkau. Engkau yang
memberitahuku tentang bagaimana keberadaanku. Kemudian Aku menjadi yakin atas
keberadaanku.
Semua
saling menunggu, menunggu Engkau mengenali AKU, dan begitu juga sebaliknya.
Jika tiada yang mengenali, maka Aku juga akan hilang di telan masa. Sebab
tiada sesuatu yang mengenali Aku.
Apakah
menjadi berarti jika tiada yang mengenali Aku, ataukah sebaliknya untuk apakah
Aku mesti dikenali. Atau perlukah Aku mengenali Engkau ?.
Saling mengenal
dan saling menunggu menyatakan keber-artian dan keterikatan, agar keberadaan
dalam kesadaran tetap terjaga. Maka Aku dan Engkau saling menjadi saksi atas
satu sama lainnya.
Jika
mengerti keberadaan adalah dalam bentuk berpasangan maka kesadaran pun demikian
juga.
Keberadaan
adalah sebuah pernyataan adanya kesaksian. Kesadaran yang menyaksikan, akan
menyebabkan (hakekat) suatu keberadaan bermakna.
Aku dan
Engkau adalah sebutan atas entitas kesadaran, yang mampu menjadi penyaksi
kebesaran Tuhan. Menjadi saksi atas satu sama lainnya. Dalam menembus batas
kesadaran dua dunia. Realitas dan ghaib. Allah
telah menyiapkan semuanya dalam berpasangan. Maka tiada Aku jika tiada Engkau.
Adanya Engkau menjadikan keberadaan adanya Aku.
Apakah
mimpi dan nyata bisa dibedakan ?.
Ataukah
kenyataan adalah sebuah mimpi juga ?
Ataukah
mimpi itu sesungguhnya sesuatu yang nyata ?
Manakah
yang lebih nyata hari ini ataukah hari akhir ?
Manakah
yang lebih nyata dunia ini ataukah akherat ?
maka hanya skala prioritas kita saja yang membedakan dua
pernyataan tersebut.
Ketika
kita sudah masuk ke dalam dimensi kesadaran maka, kedatangan kita akan
disambut. Karena jika tidak maka kita menjadi tidak ada juga. Itulah kebesaran
sang Pencipta. Dimanapun kita berada ada yang menyaksikan dan yang di saksikan.
Engkau yang menyaksikan kedatang Aku. Ataukah Aku yang menunggu kedatangan
Engkau.
Demi yang
menyaksikan dan yang disaksikan. Maka Allah bersumpah atas ke dua penyaksi
ini.
Demi
langit yang mempunyai gugusan bintang,
Demi
hari yang dijanjikan
Demi yang menyaksikan dan yang disaksikan. (QS.
Al Buruj, 1-3)
Maka
manusia senantiasa dalam upayanya kearah makom (suasana) ini. Aku menjadi saksi atas Engkau. Dan engkau
menjadi saksi atas apa yang Aku saksikan.
Aku dan Engkau bersama sama menjadi saksi atas hari yang di janjikan.
Menjadi saksi atas yang realitas dan yang ghaib.
Aku dan
Engkau bersama menjadi saksi atas yang realitas (yaitu) adalah alam semesta,
sebagaimana adanya gugusan bintang-bintang.
Aku dan
Engkau juga menjadi saksi bahwasanya hari akhir adalah realitas sebagaimana
adanya alam semsta ini, sebagimana tampak nyatanya gugusan bintang-bintang itu.
Demi hari yang akan di nampakan (hari akhir) kepada kita sebagaimana kenampakanya
gugusan bintang sekarang ini. Keyakinan hari akhir (ghaib) sebegitu kuat,
sebagaimana nampaknya gugusan bintang.
Maka, Aku
dan Engkau menjadi saksi atas keberadaan (realitas) hari akhir, adalah sebagaimana keberadaan
(realitas) gugusan bintang. Keberadaan gugusan bintang dan keberadaan hari
akhir adalah realitas keberadaan yang harus di persaksikan ke ada annya. Persaksian atas realitas dan
ghaib, menjadi sebuah kesatuan pemahaman.
Sekali
lagi, Agar keber ada an menjadi ada maknanya. Maka setiap keberadaaan di butuhkan
penyaksi, kemudian di kuatkan dengan satu orang saksi lagi yang menyaksikan
atas apa yang disaksikan oleh penyaksi
pertama. Karenanya itulah butuh dua
penyaksian, yang menyaksikan dan yang
disaksikan. Untuk saling menguatkan kesaksian diantara mereka itu. Kesaksian
yang berpasanganlah yang akan mampu menguatkan keberadaan itu. Sehingga
keberadaan menjadi benar-benar bermakna. Maka setiap diri di ciptakan ada
pasangannya.
Kita
bersama-sama saling menyaksikan, bersama-sama mengakui, bahwa Engkau telah menyaksikan
yang Aku saksikan, dan begitu juga sebaliknya. Maka tiada keraguan lagi sebab
kita saling menguatkan keyakinan ini.
Maka
karenanya kita semua (dalam makom) menjadi saksi atas apa-apa yang telah dipersaksikan
Rosululloh. Bahwa tiada Tuhan selain Allah. Kita ber-dua bersama-sama saling
menguatkan keyakinan ini.
Kita
semua menjadi saksi bahwa apa-apa yang di khabarkan dan diberitakan Rasululloh
semuanya adalah benar adanya. Maka kita mengakui bahwa Rosululloh adalah Rosul
(utusan) Allah.
Kemudian
Rosululloh akan menjadi saksi kita semua, apakah yang kita persaksikan adalah
sebagaimana yang Rosululloh maksudkan. Apakah kita semua telah ‘melihat’ sebagaimana Rosululloh ‘melihat’ . Bagaimanakah kita ‘melihat’ hakekat atas realitas dan
ghaib ?.
Apakah kita telah ber-Iman sebagaimana Rosululloh ber-Iman ?
Apakah kita telah ber-Islam sebagaimana Rosululloh Ber-Islam ?
Apakah kita ber-Ihsan sebagaimana Rosululloh ber-Ihsan ?
Maka
Rosululloh yang akan menjadi saksi atas umat-umat-nya itu, (yaitu) bagaimanakah
sebenarnya per saksian yang mereka-mereka ungkapkan itu (?). Apakah
sebenarnya yang mereka saksikan itu sebagaimana yang di maksudkan Rosululloh atau
malahan tidak ?. Dengan kata lain; sudahkan manusia mampu ‘melihat’
(kekuasaan) Allah, kebesaran Allah, menjadi saksi sifat-sifat
Allah, dan seterusnya , dan seterusnya ?. Ataukah masih sebatas dalam
angan-angan mereka saja ?. Masih tersimpan dalam akal dan logika mereka saja ?.
Dan Rosululloh menjadi saksi atas kesaksian mereka-mereka tersebut. Rosululloh
menjadi saksi atas Iman, Islam, dan Ihsan umat-umatnya.
Selanjutnya
Rosululloh yang akan menjadi saksi atas umat manusia yang menyebut dirinya
ber-Islam, ber-Iman, ber-Ihsan. Benarkah begitu keadaan diri
mereka tersebut.
Maka
kejadiannya, Aku menjadi saksi atas apa-apa yang telah Engkau persaksikan.
Engkau menjadi saksi atas Aku yang juga menyaksikan atas
apa yang Engkau saksikan. Kita berdua bersama-sama saling menguatkan
persaksian ini. Kita bersama-sama bersaksi “Ashadu ala ila ha’ilallah waa ashadu ana muhammadarosululloh”. Dan
saling menguatkan persaksian ini. Maka Rosululloh akan menjadi saksi atas apa yang
telah kita per saksi kan ini..
Maha Besar Allah, yang telah
menciptakan setiap diri dalam keadaan yang berpasangan (dualitas), Aku dan Engkau, yang menyaksikan dan yang di
saksikan.
Maha Suci (Allah) yang telah menciptakan semuanya
berpasang-pasangan, baik dari apa yang di tumbuhkan oleh bumi dan dari diri
mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (QS. Yassin, 36)
Arief Budi utomo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.