Sumber : Ust. M. Fauzil Adzim
Bila malam sudah beranjak mendapati subuh, bangunlah sejenak.
Lihatlah istri anda yang sedang terbaring letih menemani bayi anda.
Tataplah wajahnya yang masih dipenuhi oleh gurat-gurat kepenatan
karena seharian ini badannya tak menemukan kesempatan untuk istirah
barang sekejap. Kalau saja tak ada air wudhu yang membasahi wajah
itu setiap hari, barangkali sisa-sisa kecantikannya sudah tak ada
lagi.
Sesudahnya, bayangkanlah tentang esok hari. Disaat anda sudah bisa
merasakan betapa segar udara pagi, tubuh letih istri anda barangkali
belum benar-benar menemukan kesegarannya.
Sementara anak-anak sebentar lagi akan meminta perhatian bundanya,
membisingkan telinganya dengan tangis serta membasahi pakaiannya
dengan pipis tak habis-habis. Baru berganti pakaian, sudah dibasahi
pipis lagi. Padahal tangan istri anda pula yang harus mencucinya.
Disaat seperti itu, apakah yang anda pikirkan tentang dia? Masihkan
anda memimpikan tentang seorang yang akan senantiasa berbicara
lembut kepada anak-anaknya seperti kisah dari negeri dongeng
sementara disaat yang sama anda menuntut dia untuk menjadi istri
yang penuh perhatian, santun dalam berbicara, halus dalam memilih
setiap kata serta tulus dalam menjalani tugasnya sebagai istri,
termasuk dalam menjalani apa yang sesungguhnya bukan kewajiban istri
tetapi dianggap sebagai kewajibannya.
Sekali lagi, masihkan anda sampai hati mendambakan tentang seorang
perempuan yang sempurna, yang selalu berlaku halus dan lembut? Tentu
saja saya tidak tengah mengajak anda membiarkan istri membentak anak-
anak dengan mata membelalak. Tidak. Saya hanya ingin mengajak anda
melihat bahwa tatkala tubuhnya amat letih, sementara suami tak
pernah menyapa jiwanya, maka amat wajar kalau ia tak sabar.
Begitu pula manakala matanya yang mengantuk tak kunjung memperoleh
kesempatan untuk tidur nyenyak sejenak, maka ketegangan emosinya
akan menanjak. Disaat itulah jarinya yang lentik bisa tiba-tiba
membuat anak menjerit karena cubitannya yang bikin sakit.
Apa artinya? Benar, seorang istri shalihah memang tak boleh bermanja-
manja secara kekanak-kanakan, apalagi sampai cengeng. Tetapi istri
shalihah tetaplah manusia yang membutuhkan penerimaan. Ia juga butuh
diakui, meski tak pernah meminta kepada anda.
Sementara gejolak-gejolak jiwa memenuhi dada, butuh telinga yang mau
mendengar. Kalau kegelisahan jiwanya tak pernah menemukan muaranya
berupa kesediaan untuk mendengar, atau ia tak pernah anda akui
keberadaannya, maka kangan pernah menyalahkan siapa-siapa kecuali
dirimu sendiri jika ia tiba-tiba meledak.
Jangankan istri anda yang suaminya tidak terlalu istimewa, istri
Nabi pun pernah mengalami situasi-situasi yang penuh ledakan, meski
yang membuatnya meledak-ledak bukan karena Nabi SAW tak mau
mendengarkan melainkan semata karena dibakar api kecemburuan. Ketika
itu, Nabi SAW hanya diam menghadapi 'Aisyah yang sedang cemburu
seraya memintanya untuk mengganti mangkok yang dipecahkan.
Ketika menginginkan ibu anak-anak anda selalu lembut dalam mengasuh,
maka bukan hanya nasehat yang perlu anda berikan. Ada yang lain. Ada
kehangatan yang perlu anda berikan agar hatinya tidak dingin,apalagi
beku, dalam menghadapi anak-anak setiap hari. Ada penerimaan yang
perlu kita tunjukkan agar anak-anak itu tetap menemukan bundanya
sebagai tempat untuk memperoleh kedamaian, cinta dan kasih sayang.
Ada ketulusan yang harus anda usapkan kepada perasaan dan
pikirannya, agar ia masih tetap mememilki energi untuk tersenyum
kepada anak-anak anda, sepenat apapun ia.
Ada lagi yang lain : PENGAKUAN. Meski ia tak pernah menuntut, tetapi
mestikah anda menunggu sampai mukanya berkerut-kerut.
Karenanya, anda kembali ke bagian awal tulisan ini. Ketika
perjalanan waktu melewati tengah malam, pandanglah istri anda yang
terbaring letih itu, lalu pikirkanlah sejenak, tak adakah yang bisa
anda lakukan sekedar mengucapkan terima kasih atau menyatakan sayang
bisa dengan kata yang berbunga-bunga, bisa tanpa kata. Dan sungguh,
lihatlah betapa banyak cara untuk menyatakannya. Tubuh yang letih
itu, alangkah bersemangatnya jika di saat bangun nanti ada secangkir
minuman hangat yang diseduh dengan dua sendok teh gula dan satu
cangkir cinta.
Sampaikan kepadanya ketika matanya telah terbuka,"ada secangkir
minuman hangat untuk istriku. Perlukah aku hantarkan untuk itu?"
Sulit melakukan ini? Ada cara lain yang bisa anda lakukan. Mungkin
sekedar membantunya meyiapkan sarapan pagi untuk anak-anak, mungkin
juga dengan tindakan-tindakan lain, asal tak salah niat kita. Kalau
anda terlibat dengan pekerjaan di dapur, memandikan anak, atau
menyuapi si mungil sebelum mengantarkannya ke TK, itu bukan karena
gender-friendly; tetapi semata karena mencari ridha Allah, sebab
selain niat ikhlas karena Allah, tak ada artinya apa yang anda
lakukan.
Anda tidak akan mendapati amal-amal anda saat berjumpa dengan Allah
di yaumil-qiyamah. Alaakullihal, apa yang ingin anda lakukan,
terserah anda. Yang jelas, ada pengakuan untuknya, baik lewat ucapan
terima kasih atau tindakan yang menunjukkan bahwa dialah yang
terkasih. Semoga dengan kerelaan anda untuk menyatakan terima kasih,
tak ada airmata duka yang menetes baginya, tak ada lagi istri yang
berlari menelungkupkan wajah di atas bantal karema merasa tak
didengar. Dan semoga pula dengan perhatian yang anda berikan
lepadanya, kelak istri anda akan berkata tentang anda sebagaimana
Bunda 'Aisyah RA berucap tentang suaminya, Rasulullah SAW,"Ah, semua
perilakunya menakjubkan bagiku".
Sesudah engkau puas memandangi istrimu yang terbaring letih, sesudah
engkau perhatikan gurat-gurat penat di wajahnya, maka biarkanlah ia
sejenak untuk meneruskan istirahatnya. Hembusan udara dingin yang
mungkin bisa mengusik tidurnya, tahanlah dengan sehelai selimut
untuknya.
Hamparkanlah ke tubuh istrimu dengan kasih sayang dan cinta yang tak
lekang oleh perubahan. Semoga engkau termasuk laki-laki yang mulia,
sebab tidak memuliakan wanita kecuali laki-laki yang mulia.
Sesudahnya, kembalilah ke munajat dan tafakkurmu. Marilah anda ingat
kembali ketika Rasulullah SAW berpesan tentang istri. "wahai
manusia, sensungguhnya istri kalian mempunyai hak atas kalian
sebagaimana kalian mempunyai hak atas mereka. Ketahuilah." kata
Rasulullah SAW melanjutkan. " kalian mengambil wanita itu sebagai
amanah dari Allah, dan kalian halalkan kehormatan mereka dengan
ikatan Allah. Takutlah kepada Allah dalam mengurusi istri kalian.
Aku wasiatkan atas kalian untuk selalu berbuat baik."
Anda telah mengambil istri anda sebagai amanah dari Allah. Kelak
anda harus melaporkan kepada Allah Ta'ala bagaimana anda menunaikan
amanah dari-Nya. Apakah anda mengabaikannya sehingga guratan-guratan
dengan cepat menggerogoti wajahnya, jauh awal dari usia yang
sebenarnya? Ataukah, anda sempat tercatat selalu berbuat baik untuk
istri.
Semoga anda memberi ungkapan yang lebih agung untuk istri anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.