Indonesia menjadi salah satu surga pertunjukan musik di kawasan Asia setelah Jepang.Antusiasme,jumlah penduduk yang besar, dan suasana kondusif membuat musisi-musisi kelas dunia memilih Indonesia. Indonesia memang negara konsumerisme tinggi
Indonesia menjadi pilihan wajib bagi musisi dunia saat menggelar show tour mereka. Iklim Indonesia yang kondusif,aman,dan memiliki basis jumlah penduduk yang besar menjadikan Indonesia bak surga baru bisnis pertunjukan. Banyaknya musisi-musisi dunia yang mengincar Indonesia berimbas pada menjamurnya bisnis penyelenggara hiburan. Promotor-promotor konser musik bermunculan dan menggandeng musisi-musisi dunia untuk menyambangi Jakarta. Antusiasme masyarakat Indonesia menyaksikan konser musik para musisi dunia ini bisa dilihat pada tingkat penjualan tiket. Beberapa tiket bahkan sudah ludes beberapa bulan sebelum konser digelar.Tiket konser band Maroon 5 yangdigelarJava Musikindopada27 April mendatang sudah ludes sejak awal Desember 2010.
Tiket yang dijual melalui online dengan harga Rp800.000 untuk kelas festival dan Rp600.000 untuk kelas tribune ini langsung ludes hanya dalam waktu tiga jam sejak tiket onlinedibuka. Promotor Java Musikindo,Adrie Subono bahkan terpaksa menolak sekitar 1.200 orang yang sudah mengantre tiket di rumahnya karena tiket sudah langsung ludes dalam hitungan jam.Padahal total tiket baik kelas festival maupun tribune yang disediakan Java Musikindo sebanyak 6.000 lembar. Kondisi yang sama juga terjadi pada konser Bruno Mars yang akan digelar pada 5 April mendatang. Tiket konser penyanyi asal Hawaii, Amerika Serikat ini sudah ludes sejak awal Januari 2011 lalu atau beberapa saat setelah tiket mulai dijual.Tiket online yang dijual di www.rajakarcis.compada 3 Januari 2010 lalu langsung ludes.
Java Musikindo menyediakan 5.000 tiket (2.500 lewat online, sisanya manual) dengan harga Rp600.000 untuk festival dan Rp500.000 untuk tribune. Terakhir adalah dahsyatnya antrean tiket konser Justin Bieber. Sebanyak 4.000 tiket presalekonser penyanyi yang mempunyai basis penggemar remaja ini juga langsung ludes terjual.Promotor Marygops Studios menyediakan 10.500 lembar tiket dengan harga Rp1 juta (festival), Rp600.000 (tribune 1),dan Rp500.000 (tribune 2). Dari sisi ekonomi, bisnis pertunjukan ini memang menemukan permintaan dan penawaran.Antusiasme yang tinggi masyarakat Indonesia langsung disambut musisi- musisi dunia.“Bagi saya,dunia hiburan itu tak akan pernah mati.
Selama manusia membutuhkan hiburan, bisnis showbiz tak akan pernah mati,” ujar promotor Java Musikindo, Adrie Subono kepada Seputar Indonesia (SINDO), Jumat (18/2). Sejak 2010 hingga pekan ketiga Februari 2011, lebih dari 25 musisi dunia mampir ke Indonesia. Mereka datang dengan latar belakang jenis musik yang berbeda- beda,beberapa di antaranya mengusung genre musik sama. Dalam setahun atau dua tahun belakangan ini,musisi-musisi dunia ini bahkan bisa tampil di Jakarta dua kali hingga tiga kali dalam sebulan. Pada Februari 2010 ini misalnya tidak kurang dari lima musisi dunia dengan genre yang berbeda menyambangi Jakarta.Tiga konser bahkan digelar di hari yang berurutan.
Musisi kawakan Rick Price menggelar konser di Balai Sarbini pada 7 Februari lalu dengan antusiasme penonton yang tinggi. Hampir seluruh penjuru Balai Sarbini terisi oleh penggemar pelantun tembang Heaven Knows yang berisi 1.300 kursi. Satu hari berselang, Band Nu Metal asal Sacramento, AS, Deftones juga menggelar konser di Tennis Indoor Senayan, sehari setelah konser Rick Price atau pada 8 Februari. Penggemar band yang tenar pada medio 1990-an ini sering kali melakukan moshing atau sekadar jejingkrakan, kala menyaksikan aksi-aksi dari personel Deftones. Lalu, pada 9 Februari, giliran penyanyi Janet Jackson menghibur publik kota Jakarta dengan lantunan khas diva pop Rhythm and Blues(R n’B) tersebut.
Dari tiga konser ini, hampir semua pertunjukan penuh penonton (bahkan di antaranya sold out) meskipun digelar pada jarak hari yang sangat pendek. Tak cukup pada tiga konser di awal Februari, pada medio Februari 2011, tepatnya pada 17 Februari, giliran Band Heavy Metal asal Inggris,Iron Maiden menggebrak Ancol, Jakarta. Ribuan Troopers (sebutan penggemar Iron Maiden) memadati setiap jengkal pantai karnaval Ancol untuk menyaksikan konser bertajuk “The Final Frontier World Tour Asian-Australian 2011”. Lalu, dua hari setelah Iron Maiden, band beraliran metalcore,Bring Me The Horizon asal Inggris juga tampil dengan dentuman metalcore yang kental pada Sabtu,19 Februari di Tennis Indoor Senayan.
Baik Deftones, Iron Maiden, maupun Bring Me The Horizon, rata-rata hampir memiliki jenis musik yang sama.Namun,tetap saja,promotorpromotor ini berani mengusung mereka karena toh mereka memiliki basis penggemar yang berbeda. “Uniknya bisnis ini adalah masingmasing band memiliki penggemar yang berbeda. Jadi meski digelar selang satu hari, tetap saja banyak penontonnya,”tegas Adrie. Adrie mengakui pada beberapa tahun ini Indonesia menjadi incaran musisi-musisi dunia untuk menggelar konser mereka. Indonesia menjadi negara yang kembali diincar setelah iklim di Indonesia kondusif. “Dulu musisi dunia enggan ke Indonesia karena merasa tidak aman.
Tapi, sekarang mereka sudah tahu kita aman jadi kini jadi makin ramai,”tandasnya Pengamat musik Bens Leo menilai, setelah Jepang,Indonesia diincar oleh musisi-musisi dunia untuk menggelar konser mereka. Di Jepang,dalam satu bulan beberapa musisi dunia bisa melakukan konser hingga beberapa kali. Saat ini Indonesia juga hampir seperti Jepang, di mana setiap bulan beberapa musisi dunia sudah mampir untuk menggelar konser. “Indonesia menjadi negara kedua (di Asia) setelah Jepang dalam urusan showbiz,” ujar Bens Leo kepada SINDO.
Menariknya, dengan kondisi ekonomi masih seperti ini, justru harga tiket pertunjukkan rata-rata selangit.Konser David Foster yang digelar Berlian Entertainment misalnya, untuk kelas Super Diamond mencapai Rp25 juta.Dengan harga tiket termurah untuk kategori Bronze senilai Rp1 juta. Meski dengan nominal selangit, tetap saja tiket konser David Foster laris bak kacang goreng. Tiket David Foster terjual habis dalam waktu satu minggu setelah dipasarkan. “Padahal,jika menonton David Foster di Thailand, nominal itu sudah mencakup akomodasi serta tiketnontondisana.Saya jugaheran, kenapa harga jual setinggi itu tetap laku di Indonesia,”ujar Bens Leo. Sementara itu, pengamat musik Denny Sakrie mengatakan, tingginya harga tiket pertunjukkan konser musik musisi dunia memang banyak dipengaruhi harga jual musisi itu sendiri.
Semakin populer band yang akan tampil,harga mereka akan tinggi.Imbasnya,harga tiket juga ikut melambung. Lebih parah lagi,ketika tiket tersebut dijual presale, di mana kemungkinan harga tiket sesaat sebelum konser akan makin melambung ketika sudah di tangan calo. “Di Indonesia, penjualan presaleatau bahkan early bird(banting harga) memang baru dikenal sehingga banyak calo yang kemudian bermain. Imbasnya harga tiket justru makin tinggi,” ujar Denny Sakrie. Terkait banyaknya musisimusisi dunia yang tampil di Indonesia, Denny berpikir positif.Dengan banyaknya musisi-musisi ini, Indonesia justru akan makin kaya referensi terutama dalam performancepanggung musisi dunia yang bisa ditiru oleh musisi Tanah Air.
Kelas Menengah
Pengamat bisnis dan pemasaran Yuswohady berpandangan,fenomena tiket konser musik yang laku keras tidak hanya terkait antusiasme masyarakat terhadap kebutuhan hiburan semata.Dia melihat, bergeraknya roda perekonomian nasional turut meningkatkan daya beli masyarakat. Kenaikan daya beli ini membuat barang atau produk yang harganya mahal sekalipun kini mampu dibeli masyarakat. ”Satu fenomena dalam ekonomi bisnis,ketika daya beli masyarakat meningkat, barang apa pun bisa dibeli.
Barang mahal pun menjadi murah, dan semakin banyak lagi orang yang mampu membeli,” ujarnya. Dia menyatakan,salah satu faktor penting yang tidak bisa dilepaskan dari kenaikan daya beli adalah pendapatan per kapita Indonesia yang saat ini mencapai USD3.000 (Rp27 juta kurs Rp9.000/USD).Menurut dia, masyarakat yang memiliki pendapatan berkisar dan di atas USD3.000 kini mencapai 100 juta jiwa, meningkat dibanding 93,7 juta orang pada 2009. Data tersebut menunjukkan jumlah kelas menengah semakin banyak. Artinya, semakin besar pula kemungkinan barang-barang mewah dapat dimiliki masyarakat.
”Saya hanya mau mengatakan, fenomena yang sekarang ini terjadi berkaitan erat dengan bergeraknya ekonomi kita. Saya bahkan memprediksi akan terjadi eksplosif growth dalam jangka waktu 5-6 tahun mendatang,”tandasnya. (sofyan dwi/wisnoe moerti)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.