Senin, 06 Mei 2013

Awas Sibuk dan Tidak Menghasilkan Apa-Apa

From: Alfian Anjar <aa.javanica@gmail.com

Pengalaman belajar hidup mandiri pertama kali itu sangat berkesan. Bagi
sahabat yang pernah kuliah jauh dari kampung halaman, pasti pernah
merasakan masa-masa perjuangan. Mulai dari uang saku bulanan yang kurang,
yang wanita merasakan homesick, dan lain sebagainya. Dan memang menjadi
mandiri, sukses, maupun bahagia adalah tanggung jawab kita masing-masing.

Kalau saya pribadi, dulu walau jauh dari orang tua, tidak sempat merasakan
hidup sebagai anak kos. Karena beruntungnya ada tetangga sebelah rumah yang
memiliki rumah di daerah Taman Embong Anyar daerah Malang, yang tidak
dihuni. Dan daripada rusak, maka saya diminta untuk merawatnya.

Bagi seukuran saya pada waktu itu, rumahnya lumayan luas. Dan sebagai
konsekuensi, saya bertanggung jawab atas kebersihan rumah tersebut seorang
diri. Mulai dari menyapu, mengepel, mencabuti rumput. Termasuk mencuci baju
dan memasak sendiri. Untungnya sudah terbiasa di rumah. Jadi tidak terlalu
kaget.

Hingga akhirnya, tiba saat jurusan saya mulai berulah, dan kami para
mahasiswanya dihadapkan kepada dua pilihan. Terus lanjut, ataukah keluar
dan mengambil jurusan lain. Dan saya memilih pada waktu itu keluar dan
mencoba peruntungan di dunia kerja. Pilihan saat itu yang terlintas menjadi
fasilitator di sebuah lembaga training di Malang.

Saya ajukan lamaran, di tes, dan alhamdulillah diterima. Dari sinilah
akhirnya saya berkenalan dengan MLM. Karena rupanya ownernya hobi MLMan.
Dan karena dunianya adalah pengembangan diri, jujur di saat membangun
bisnis trainingnya, pemilik lembaga training ini sering "kulakan" materinya
dari beberapa pertemuan dan training di MLM. Lebih hemat katanya, hehehe...

Saya pun, karena kondisinya sudah kepalang malu dengan keluarga, lantaran
salah pilih jurusan, akhirnya mencoba peruntungan di dunia MLM.

Dengan kondisi hidup mandiri, dan mencoba berkarir di MLM, terus terang, 6
bulan pertama sempat tidak mengalami perkembangan. Dan semakin berjalannya
waktu, semakin gelisah. Karena sudah mau dekat-dekat dengan lebaran
biasanya acara kumpul-kumpul keluarga.

Dari kegelisahan itu, akhirnya mulai menganalisa kegiatan sehari-hari. Dan
hasilnya, hampir sebagian besar waktu saya tersita untuk merawat rumah.
Dari sinilah, saya mulai berbenah.

Pada waktu saya kuliah dulu, saya mendapat kiriman bulanan sekitar 500rban.
Saat itu, jika membeli makanan di warung, satu porsinya sudah mencapai
5-10rban. Oleh karena itu, saya tidak banyak makan di warung kala kuliah,
karena lebih hemat memasak sendiri. Tinggal beli sayur sop-sopan sama bikin
perkedel atau kalau ndak telor ceplok dan nasi goreng, sudah jadi menu yang
murah meriah untuk konsumsi sehari-hari.

Kembali mengenai manajemen waktu, akhirnya saya mengambil keputusan u/
melakukan "outsourcing" terhadap keperluan bulanan saya.

Untuk mencuci, ada jasa laundry...
Untuk kebun, ada pak kebon kampung...
untuk sepeda motor, ada cuci motor pinggir jalan...
untuk makan, karena pengen tetep hemat, saya menyiasatinya dengan menyetok
makanan yang tahan lama. Yaitu srondeng dan ditambahi suwiran daging.
Sehingga, dalam seminggu, kegiatan memasak paling cuma sehari... Ndak
seperti biasanya yang mulai dari jam 8-12an.

Lambat laun saya baru mengenal, kondisi seperti ini dinamakan delegasi.
Segala bentuk pekerjaan yang tidak berkaitan dengan bisnis dan menghasilkan
profit, sebisa mungkin diwakilkan kepada orang lain. Dan memang, diawal,
pengeluaran saya tiba-tiba melonjak drastis...

Dalam batin, saya cuma bisa bergumam...
Lha ini baru pengeluaran seorang alfian...
Gimana nanti kalau sudah ada nyonya alfian...
Tambah lagi alfian junior 1, alfian junior 2, dan seterusnya...

Oleh karena itu, jelas ndak masuk akal menurut saya pada waktu itu, jika
seorang fresh graduate cuma dibayar 1jt - 2jt... Kalaupun bisa hidup sampai
sekarang, itu benar-benar karunia Allah SWT.

Menariknya, dengan melakukan hal tersebut, saya jadi memiliki waktu yang
lebih banyak untuk hal lain. Di sinilah saya baru bisa membedakan mana
aktivitas mana produktivitas. Perlahan tapi pasti, dari bonus cuma 80rb
perlahan merangkan mulai berganti digit depannya, dan terus diiringi
pertambahan angka nol di belakangnya.

Seolah ingin semakin mengokohkan kemampuan survival, saat itu ketika satu
tahun di bangku kuliah berlalu, saya meminta orang tua saya untuk tidak
mengirimi uang bulanan lagi. Saya bilang, biar saya yang gantian... :D

Dengan berfokus kepada hal-hal yang menghasilkan, pencapaiannya luar biasa.
Dalam konteks bisnis, apa yang dibangun ayah saya dengan usaha
konvensionalnya selama 10 tahun, bisa saya kejar dengan tempo 2,5tahun
saja. Penghematan waktu yang lumayan kan ?

Ternyata, hal yang sama juga dialami beberapa kawan lainnya ketika
kebingungan dalam membagi waktunya. Mana yang bisnis, mana yang untuk
keluarga.

Pengalaman saya, contoh ketika saya memiliki seorang mitra ibu-ibu. selalu
saja, baru bisa keluar rumah diatas jam 12 siang. Usut punya usut, memang
harus menyelesaikan tugas rumah tangga. Tapi, tugas seorang ibu rumah
tangga kan bukan itu, pesan saya kepada mitra saya yang ibu-ibu tadi.

Bapak-bapak pun juga sama, kalau basicnya bukan pebisnis. Seringkali
bingung untuk menerapkan jadwal kepada dirinya sendiri. Ada yang masih
seneng antar anak-anaknya ke sekolah TK, ada yang juga ikut-ikutan nyuapin
anaknya ketika pagi, atau yang lebih parah, duduk-duduk manis, membaca
koran, sambil rokokan dan minum kopi x_x

(Yang seperti ini, kalau ketemu saya "mentolo" kalau dijewer kupingnya...)

Mungkin dari beberapa teman, ada yang bertanya,
"Lho apa salahnya sayang dengan anak ? Sayang dengan istri ? Sayang dengan
keluarga ?"

Tidak ada yang salah, tapi jika ada pilihan yang lebih baik, kenapa tidak
dicoba.

Menyuapi anak kan tidak harus menjadi tugas ayah setiap hari...
Memasak juga bukan kewajiban istri...

Suami adalah direktur.
Istri adalah managernya...

Kalau posisinya adalah manager,
selayaknya memiliki asisten...

"Lha kalau belum bisa bayar orang untuk jadi asisten, bagaimana ?"

Ya "outsource" seperti cara saya tadi...

"Tapi kan ndak ada garansi akan seberhasil apa yang sudah dilakukan mas
fian ?"

Ya memang, tapi berkutat dengan pekerjaan yang tidak produktif, juga tidak
akan merubah kehidupan Anda lebih baik... Menjalankan prinsip bekerja yang
baru, setidaknya memberikan Anda harapan baru untuk kehidupan yang
diinginkan...

Kalau khawatir tidak sukses,
bersungguh-sungguhlah dalam bekerja...

Sebagai orang yang dikaruniai kemampuan untuk bersyukur, kita dapat
menghitung...

Jika untuk menggaji pembantu, kita mengeluarkan anggaran setidaknya 600rb.

Sementara jika kita meningkatkan produktivitas kita, bisa jadi kita
menghasilkan 10 kali lipatnya, alias 6jt rupiah. Bukankah itu sebuah
lompatan yang bagus.

Tetapi jika kita tidak berubah, walaupun kita adalah pemilik rumah sendiri,
nilai produktivitas kita menjadi setara dengan pembantu.... Karena apa-apa
kita kerjakan sendiri...

Kita kehilangan waktu, terhadap sesuatu yang dapat kita kerjakan dan
menghasilkan manfaat yang lebih besar.

Cukup luangnya 10% saja waktu Anda untuk hal-hal yang seperti itu,
selebihnya bantu orang untuk lebih mandiri.

Yang biasanya nyuapin si kecil setiap hari,
perlahan, sekarang dikurangi menjadi 1x, selebihnya biar didelegasikan.

Yang biasanya antar jemput istri,
sekarang coba diajari istrinya untuk dapat mengemudikan kendaraannya
sendiri. Sehingga dia tidak ketergantungan.

"apakah tidak boleh antar jemput istri ?"

Boleh saja, tapi cukup seminggu sekali saja ^_^

Pembantupun kalau perlu dilatih,
jangan dimarah-marahi terus karena ketidaktahuannya...

Ajari pembantu, seperti apa yang Anda harapkan...
cara mencuci yang Anda inginkan...
cara menyetrika yang Anda suka...
cara memasak yang Anda mau...

Harus ada pemberdayaannya...

Termasuk juga, agenda keluar bersama keluarga, jika biasanya adalah hari
minggu, maka bisa lebih nyaman kalau digeser hari senen...

Parkirnya lebih longgar...
Jalannya ndak berjubelan...
Mall sebesar itu serasa milik berdua...
Enak kan ? Hehehehe...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.