Selasa, 02 Oktober 2012

Yang Berserah

Akulah lautan kata. Panas matahari telah membakarku dan menguapkan menjadi awan. Angin membawa kemana dia suka. Menjatuhkanku sebagai hujan. Menetes ke bumi mengalir bersama , bersatu dengan kata-kata lainnya. Saling berperang untuk mengisi hati manusia. Mewarnai kancah amuk manusia. Kadang aku bersembunyi di balik relung hati terdalam. Aku ketakutan sendiri !.
“Aku mati sebagai mineral, dan menjelma sebagai tumbuhan, aku mati sebagai tumbuhan
dan lahir kembali sebagai binatang. Aku mati sebagai binatang dan kini manusia. Kenapa aku harus takut?. Maut tidak pernah mengurangi sesuatu dari diriku.”
 Itulah ucap Rummi memberikan permisal padaku.
Dalam rimpak dua rebana, dan bejana yang membelah dua diantaranya. Diseling  hujan yang turun merintik. Hafizs menari dan terus menari hingga transenden, memasukikeghaibannya sendiri. Sementara lelaki kemarin yang datang bersama sang istri, diabaikannya dalam keadaan begitu.
Semoga Hafizs mengetahui  jika Aku berada di dalam hati lelaki ini. “Akulah segumpal tanya yang siap memberangus siapa saja !.” Harapku selalu begitu jika bertemu dengan orang arif.
Dialah Hafizs manusia itu. Sepanjang katanya, telah membunuhi banyak kawanku, namun aku tak perduli. Sebab aku di lahirkan memang untuk itu. Aku di hantarkan lelaki ini untuk mati di tangan sang Hafizs. Lelaki ini ingin mengenyahkanku dari relung hatinya. Maka inilah kisahku.
“Wahai tuan yang diberkati, kata-katamu bagai mutiara, mahal dan tak terganti. Berilah permisal kepadaku.”
Rebana mengalir cepat iramanya. Berputar sang Hafizs bagai roda. Mendekati titik kulminasi immanent. Blaar..!. Malam cerah menyebar dari titik awal dia berdiri. Berhenti diam dalam geraknya sendiri. Menatap menghadapiku.
Ada kata-kata tanpa suara.
“Istriku tidaklah cantik. Hitam pendek dan tubuh penuh daki. Perangainya seperti keledai yang tak diurapi. Semua lelaki yang melihatnya pasti akan berkata, bahwasanya aku telah mendapat musibah yang besar dengan memperistrinya. “
“Wahai Hafizs berilah alasan, mengapa aku tidak mampu menceraikannya  !. ”
Riak nafas menahanku melontarkan serapah. Ada cahaya yang mengikatku  untuk berbuat  tak pantas.
“Terpujilah wahai manusia, iman telah merasuki dalam hatimu. Engkau tidak mau menceraikan istrimu sebab karena engkau takut itu di sebabkan nafsumu saja. Bukan karena Allah.
Karena istrimu tidak cantik itulah maka engkau tidak menceraikannya. Dan istrimu engkau jadikan sebagai teman dalam melatih imanmu.
Benar kata Allah Istrimu adalah ujian bagimu. Engkau uji dirimu sendiri. Dan Engkau berusaha bersabar karena itu.
Hikmah mengalir atasmu. Istrimu telah memberikan hikmah kesabaran kepadamu. Maka engkau patut berterima kasih padanya”
“Mari menarilah bersamaku, menikmati hidup dengan rasa syukur. Bahwasanya semua tergantung kepada kita memaknai kejadian.”
“Aku mati sebagai mineral, dan menjelma sebagai tumbuhan, aku mati sebagai tumbuhan
dan lahir kembali sebagai binatang. Aku mati sebagai binatang dan kini manusia. Kenapa aku harus takut?. Maut tidak pernah mengurangi sesuatu dari diriku.”
Aku kehabisan kata-kataku, nafasku tersedak. Aku telah bersama binatang, tumbuhan, dan juga lainnya. Namun aku meski mengakui, jikalau kini aku telah mati. Aku sang ‘tanda tanya’ yang tadinya akan menyesatkan siapa saja !.
Dia sudah ikhlas akan keadaannya. Dengan rahsa syukur. Maka kepada Tuhannya dia memuji atas segala nikmat yang diberi. Meski istrinya tak secantik wanita. Inilah kisahnya, di dalam relung hatinya tidak ada lagi ‘tanda tanya’.
Sebab dia telah berserah (Islam) !.
Alhamdulillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.