Minggu, 07 Oktober 2012

"AJI Jakarta Serukan Menolak Outsourcing di Industri Media dan Melindungi Kontributor dan Koresponden"

Siaran Pers

"AJI Jakarta Serukan Menolak Outsourcing di Industri Media dan Melindungi
Kontributor dan Koresponden"

JAKARTA. Sejak era reformasi 1998, pertumbuhan industri media berlangsung
dengan pesat dan membentuk kelompok usaha baru di bidang media. Namun
pertumbuhan industri media hingga kini belum sejalan dengan peningkatan
kesejahteraan dan perlindungan status dan keselamatan kerja bagi jurnalis.
Selain fenomena pemilik media yang masih menolak keberadaan serikat pekerja
pers, kini fenomena pekerja tenaga ahli daya (outsourcing) di industri media
semakin berkembang.

Fakta ini sangat terlihat di industry televisi. Sebagai contoh adalah di
stasiun televisi SCTV. Permasalahan outsourcing mencuat ketika manajemen
SCTV memberlakukan sistem kerja kontrak per 1 Juni 2012 kepada 42 karyawan
mereka yang sebelumnya adalah pekerja tetap di stasiun TV swasta nasional
itu. Walaupun mereka telah bekerja selama 7 hingga 19 tahun, status mereka
berubah sebagai karyawan outsourcing sehingga mereka dipekerjakan oleh pihak
ketiga, yaitu PT ISS.

Fenomena outsourcing diduga kuat tidak hanya terjadi di stasiun televisi
SCTV saja, namun juga di stasiun televisi lain. Sebuah stasiun televisi
berbayar yang memproduksi berita, masih dijumpai beberapa jurnalis dan
kameramen yang berstatus outsourcing setelah program siaran mereka
sebelumnya diakuisi oleh manajemen baru. Bahkan sebuah kantor berita
nasional mempekerjakan banyak wartawan dengan status sebagai pekerja
outsourcing dengan menyewakan wartawan itu di kantor pemerintah.

Fenomena outsourcing industri media jelas mencemaskan mengingat
pekerjaan jurnalis dan pekerjaan lain yang berperan penting dalam proses
produksi di media telah dilarang oleh Undang-Undang. Pada Pasal 66 (1) UU
No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan dengan jelas bahwa
"Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh
digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan
yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan
jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses
produksi".

Sistem kerja dalam status kontrak atau outsourcing terbukti sangat
merugikan karena pekerja tidak mendapatkan perlindungan, fasilitas, dan
kepastian hukum dalam jangka panjang. Ia dianggap tak lebih dari sekedar
alat, kapan dibutuhkan bisa direkrut dan kapan tidak dibutuhkan mesti siap
disingkirkan setiap saat. Pengusaha juga tidak perlu membayar pesangon
kepada pekerja yang bekerja dengan sistem ini. Dampak lainnya, tentu saja
berimbas kepada menurunnya upah dan kesejahteraan pekerja. Mereka yang
bekerja dalam status ini kerap mendapatkan upah yang lebih rendah, tidak
mendapatkan jaminan sosial seperti asuransi Jamsostek dan kehilangan
berbagai tunjangan lain seperti tunjangan hari raya.

Dari sisi posisi tawar, pekerja dalam sistem kontrak atau outsourcing
menjadi tidak memiliki daya tawar yang kuat. Hal ini sebagai konsekuensi
dari hubungan kerja yang bersifat individual dan sementara. Kondisi tersebut
jelas berbeda dengan hubungan kerja yang bersifat permanen dan kolektif.

Selain masalah outsourcing, AJI Jakarta juga mencatat, jurnalis non-organik
atau yang populer disebut koresponden/kontributor semakin banyak.
Koresponden/kontributor merupakan golongan rentan dalam bisnis media.
Seringkali koresponden/kontributor bekerja dengan status hubungan kerja yang
tak jelas. Celakanya, walau mereka menanggung resiko selama menjalankan
peliputan, mereka sering tidak memiliki jaminan sosial, termasuk kesehatan
atau keselamatan kerja. Banyak status koresponden/kontributor yang tak jelas
meskipun mereka telah bekerja bertahun-tahun.

Untuk itu, bersamaan dengan momentum Aksi Tolak Outsourcing pada 3
Oktober 2012, AJI Jakarta mengeluarkan pernyataan sikap sebagai berikut:

1. Meminta berbagai perusahaan media cetak online televisi dan radio
untuk menghentikan praktik outsourcing di industri media massa, terutama
untuk posisi jurnalis dan karyawan lain di bagian redaksi.

2. Mendesak agar berbagai perusahaan media massa tetap memberikan
perlindungan jaminan sosial dan keselamatan kerja bagi koresponden dan
kontributor.

Demikian siaran pers AJI Jakarta pada hari ini. Atas perhatiannya kami
ucapkan terima kasih.

Jakarta, 3 Oktober 2012

Tanda tangan Kustiah.pngttd umar.wmfHormat kami,

Umar Idris Kustiah

Ketua AJI Jakarta Koordinator Divisi Serikat
Pekerja AJI Jakarta

Kontak person: Kustiah 08170565654, Adhitya Himawan 08131506150

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.