Jumat, 06 Januari 2012

Kasus AAL Bukti Kita Hidup di Zaman Edan


AAL dituduh mencuri sandal butut milik polisi, merek EIGER ukuran 43.
Barang bukti yang ditunjukkan di pengadilan ternyata adalah sandal merek ANDO ukuran 9,5 (bukti material tidak cocok dengan dakwaan).
Sandal ANDO itu ketika dicoba ternyata juga terlalu sempit untuk kaki si polisi (ukuran tidak cocok).
Meski demikian, AAL oleh hakim tetap divonis BERSALAH!
Ada beberapa kemungkinan:
1) Hakimnya bodoh atau gila;
2) Hakimnya pinter dan waras, tapi diancam oleh polisi;
3) Ini semua cuma mimpi;
4) Ini semua kenyataan, tetapi kita memang hidup dalam ZAMAN EDAN

Satrio Arismunandar
HP: 0819 0819 9163
Fakta Terkait
AAL dan Misteri Dua Merek Sandal Jepit Butut
Maria Natalia | Heru Margianto | Jumat, 6 Januari 2012 | 08:40 WIB
 HUMAS POLRI Perwakilan dari pemerhati anak-anak, KPAI, dan masyarakat dari posko 1000 sandal untuk membela AAL membawa seratus sandal jepit butut untuk Kapolri, di Gedung Humas Polri Jakarta, Kamis (5/1/2012).
 
KOMPAS.com - Pengadilan Negeri Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (4/1/2012), memutus bebas AAL, remaja yang dituduh mencuri sandal jepit butut milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap, anggota Brimob Polda Sulteng. Meski diputus bebas, AAL dinyatakan bersalah karena mencuri barang milik orang lain. Ia tidak dihukum, tapi dikembalikan kepada orangtuanya.
Ajaib sekali kasus ini. Konyol. Ini seperti Lelucon.

Putusan ini menuai protes. Hakim dinilai tak memutus perkara berdasarkan kebenaran materiil. Fakta di persidangan, alat bukti yang diajukan berbeda dengan barang yang diduga dicuri. AAL didakwa mencuri sandal merek Eiger nomor 43. Namun, bukti yang diajukan adalah sandal merek Ando nomor 9,5.
Selama persidangan pun, tak ada satu saksi yang melihat langsung apakah sandal merek Ando itu memang diambil AAL di depan kamar Rusdi. AAL sendiri membantah melakukan pencurian, tapi menemukan sebuah sandal Ando di luar pagar indekos milik Rusdi.
Dalam sidang, saat hakim Rommel F Tampubolon dan sejumlah pengacara AAL bertanya, bagaimana Rusdi yakin itu sandal miliknya, Rusdi menjawab, ”Saya ada kontak batin saat melihat sandal itu.” Saat hakim meminta mencoba, tampak jelas sandal Ando itu kekecilan untuk kaki Rusdi yang besar.
Menurut Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Muhammad Ihsan, AAL tak bisa dinyatakan bersalah, karena bukti dan saksi yang dibawa ke persidangan tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
"Menurut pandangan kami, AAL dinyatakan bersalah tidak benar. Itu tidak sesuai dengan pemeriksaan saksi dan alat bukti di persidangan. Alat bukti di persidangan berbeda," ujar Ihsan saat dihubungi Kompas.com, Kamis (5/1/2012).
Mengenai barang bukti yang berbeda dengan dakwaan, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution mengatakan, hakim memiliki kewenangan untuk memutuskan. "Kalau soal itu (bukti berbeda di pengadilan) itu nanti hakim yang memutuskan," katanya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Noor Rachmad menyatakan, tak benar ada perbedaan antara barang bukti. Menurutnya, sejak awal baik AAL maupun Briptu Rusdi telah ditunjukkan sandal tersebut dan mereka mengakui itulah barang yang hilang dari indekos Briptu Rusdi.
"Kepada saksi korban (polisi), sudah ditanyakan apa benar kehilangan sandal ini atau yang mana yang hilang, dia bilang betul yang dihadirkan ke persidangan. Sementara itu, kepada terdakwa pun, dia tidak membantah dan mengakui bahwa sandal itu yang diambil," jelas Noor.
Lelucon
Pakar hukum pidana dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Yesmil Anwar, dalam perbincangan dengan Kompas.com berpendapat, seyogyianya kasus ini diselesaikan dengan memenuhi jalan damai.
"Dibawa ke ranah hukum juga ada benarnya, karena negara kita adalah negara hukum, ada yang melanggar hukum yang harus ditindak. Nah, jika barang bukti berbeda, harusnya damai dan batal demi hukum," jelas Yesmil saat dihubungi Kompas.com.
Yesmil tertawa kecil membayangkan kasus tersebut tetap dijalankan sejak penyidikan di kepolisian, kejaksaan, hingga ke pengadilan dengan barang bukti yang tidak sesuai. Hal tersebut ia anggap sebagai proses hukum yang menyimpang. Tak hanya itu, Yesmil menyebut proses hukum dalam kasus sandal jepit sebagai proses yang konyol dan penuh lelucon.

"Uang saja yang dicuri, meskipun nilainya sama, tapi kode uangnya beda tidak bisa dijadikan barang bukti. Kasus tidak bisa dijalankan jika barang buktinya tidak sama. Ajaib sekali kasus ini. Konyol. Ini seperti Lelucon," katanya sambil tertawa.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.