Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Mengubah Keraguan menjadi keyakinan (iman).
Selama ini hampir sebagian besar energy kita terbelenggu dalam keraguan.
Keraguan
adalah suatu kondisi dimana kita tidak maju dan mundur.
Mari sekarang
ini walau kondisi kita seperti apapun, coba meraih keyakinan
keyakinan atas apa yang ada dalam diri kita, keyakinan atau iman adalah mutlak,
yakin kita sedang berada di jalanNya dengan segala keterbatasan yang
kita miliki.
Ketika keraguan itu muncul maka akan berada di tempat saja.
Keyakinan
dan lalu ada kesiapan untuk berubah. Berubah ketika Allah memberi petunjuk.
Ketika Iman sudah ada di hati maka Allah
akan memberikan Furqon atau pembeda ke hati kita
untuk membedakan mana
yang hak dan mana yang bathil.
Hati kita yang akan menuntun,
karena
nasehat demi nasehat sudah berjuta di dengar namun yang muncul hanyalahketidakyakinan atau keraguan.
Energy kita hanya dipergunakan untuk
pertentangan dan perdebatan seperti selama ini yang kebanyakan kita lakukan.
Dalam
proses tentu saja ini diperlukan namun bukan dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam keseimbangan dan kemapanan yang ada nantinya.
Yang
perlu dilakukan adalah sebuah "harmony" untuk mencapai hasil terbaik.
Masing-masing kita berada pada posisi keseimbangan masing-masing. Yang
tengah bergerak maju lebih baik.
Yakinlah bahwa kita akan mencapai hasil
lebih baik nantinya.
Ketika harmony itu tercapai dalam sebuah
tekad yang kokoh, maka perbaikan adalah sebuah kepastian.
Perubahan
hanya masalah waktu. Tidak perlu dikhawatirkan atau diragukan karena itu
keyakinan di hati.
Semua tengah berjalan dijalanNya dengan usaha
maksimal. Namun hasil akhir ada ditanganNya.
Apakah orang di sekitar
akan mengikuti ataukah tetap dalam keadaannya, sungguh petunjuk itu
datangnya dari Allah.
Yang harus dilakukan hanya usaha terbaik kita.
Sebuah harmony dari keseimbangan diri lebih dahulu:
akal, ruh jiwa, dan raga
diri dengan Sang Pencipta
sehingga akan menuntun dan mengarahkan
dalam sebuah keseimbangan diri yaitu:
diri dengan keluarga
diri dengan bangsa negara
diri dengan alam semesta
dalam sebuah harmoni, Rahmatan lil alamin.
Mencapai keyakinan: Pertemuan dengan Allah
Kita hanya menapaki perjalaan (journey) untuk mengikuti kehendakNya (perintah dan larangan) dengan sepenuh keyakinan (iman).
Menunggu pertemuan dengan Allah dalam setiapperjalanan (journey), menikmati perjalanan, menikmati pemandangan yang tersaji
menikmati alam sekitar, menikmati rasa-rasa yang disajikan sepanjang perjalanan ini. Menggunakan panca indera
untuk mengenali setiap tanda. Tanda-tanda
yang diberikan bahwa pertemuan itu semakin dekat
Menunggu saat kebahagiaan itu akan tiba dengan sepenuh harapan
namun dengan tetap tersenyum bahagia sepanjang perjalanan itu
tentu saja dengan mempersiapkan bekal terindah yang akan kita persembahkan
mempersiapkan kado terbaik yang akan kita bawa dan persembahkan kepada Sang Kekasih hati
memilih dan menentukan kado yang mana yang akan dibawa
apakah akan membawa sebuah kado yang besar yang kita akan kepayahan membawanya sepanjang perjalanan ini
ataukah memilih benda-benda kecil yang berharga (contoh dalam hidup kita misalkan emas, intan, berlian)
inilah pilihan-pilihan amal ibadah yang akan kita pilih untuk bekal nanti
untuk kita persembahkan sebagai kado terindah bagi pertemuan dengan Tuhan kita
apakah kita akan memilih amal yang besar namun tak berharga, ataukah kecil tapi berharga
idealnya tentu yang besar dan yang paling berharga, tapi mungkinkah?.
semoga Allah,
Tuhan kita menerima dan rela, serta ridho dengan kado pilihan kita
saat kita hidup di dunia ini, karena pilihan itu ada di tangan kita
di sini dan di saat ini
Karena hanya kita sendiri yang tahu kesanggupan untuk memilh kado itu
kita tahu kemampuan diri dalam menentukan pilihan kado itu
dan tentu saja Allah lebih mengerti kadar dan ukuran kita
apakah kita "pelit" dengan kado yang kita bawa
ataukah kita terlalu berlebihan sehingga melupakan tugas kemanusiaan kita
yang tentu saja merupakan tugas kita sebagai khalifah di bumi
untuk membawa "peradaban" yang diridhoi Allah di muka bumi ini.
(yang sebetulnya adalah "kado terbaik" hamba kepada Tuhannya)
Maka menunggu pertemuan itu merupakan nikmat dan nikmat diatas nikmat
dan bertambah nikmat.
Sebagaima firman-ya. Maka nikmat mana yang kau
dustakan.
Sehingga kita mampu bersaksi.
"Sungguh hamba telah merasakan
nikmat itu".
Hamba bersaksi atas nikmat itu.
Hidup akan selalu nikmat. Apalagi saat puasa Ramadhan ini.
Puncak nikmat yg tengah dilipat gandakan.
Rasa
itu terjadi ketika ada perubahan. Ada referensi. Ada pembanding.
Ada
panas maka ada dingin. Ada manis dan pahit.
Bila berada di satu suhu
maka kita tidak "merasakan" nikmat atau sakitnya panas atau dingin.
Juga hal sakit yg sama tidak
menjadi terlalu menyakitkan.
Namun sakit berganti-ganti yg lebih menyiksa umpama sakit gigi. Sembuh sakit
sembuh lagi.
Demam tinggi. Sering tidak menyakitkan. Tapi panas dingin
yg menyakitkan. Rasa.... Rasa. Dualitas rasa.
Demikian pula dengan rasa
khusyu'. Atau rasa silatun. Atau rasa iman dan rasa takwa.
Perubahan rasa inilah yang sangat menentukan.
Kalau tanpa
perubahan. Maka tidak ada rasanya.
Perubahan bisa terjadi di detik ini
ketika kita mulai membandingkan.
Melepaskan diri dari posisi rasa dan
menentukan arah yaitu lebih khusyu atau kurang kusyu.
Lebih mendekat ke
Allah atau lebih menjauh. Inilah prinsip yang saya ambil contohnya dari
prinsip ketidakpastian heisenberg.
Kita
tidak bisa menentukan dua-duanya. Hanya salah satu.
Posisi rasa atau
arah perubahan jiwa. Kalau berada di rasa maka kita tidak mampu menentukan
arah.
Berada di arah maka posisi rasa menjadi tidak bisa diamati dan
ditentukan.
Mudahnya tentukan saja arah jiwa. Karena inilah yang akan membawa arah ke arah yg
lurus.
Arahnya jelas mendekat kepada Allah. Lalu bagaimana cara
mendekatnya?.
Bagaimana kita tahu kita sudah mendekat?.
Maka kita
memiliki indera yaitu hati.
Keyakinan yg sangat kuat dalam dan
menghujam.
Dan reaksinya yg kita amati. Yaitu rasa. Terima saja rasa
apapun.
Kalau belum seperti yg diharapkan kembalikan lagi ke Allah dg
jujur.
Begitu terus interaksi berulang. Berputar. Sampai terasa yakin
semakin dekat.
Dan semakin dekat.
Semakin
mendekat kepada Allah adalah puncak rasa. Bahagia di atas bahagia.
Yang
entah apa namanya. Maka inilah yg disebut sebagai hari ini lebih baik
daripada hari kemarin.
Hari ini lbh mendekat kpd Allah dibanding
kemarin. Semakin dekat semakin bertambah rasa nikmat itu.
Puncak
pertemuan adalah kebahagiaan. Proses menunggu adalah rasa nikmat itu.
Maka coba renungkan.
Bisakah meyakini pertemuan sholat tahajud nanti
malam (misalnya) akan menjadi puncak kerinduan.
Harapan pertemuan dg kekasih yg
paling membahagiakan.
Maka sekarang adalah menunggu saat itu terjadi.
Sepenuh harapan dan keyakinan.
Bahwa pertemuan itu akan terjadi. Ulangi
dan ulangi. Sehingga merasakan menunggu sholat tahajud terasa nikmat.
Yakin dan semakin yakin. Sampai tidak ada celah sedikitpun
akan keraguan.
Akal. Jiwa dan raga.
Bisakah?.
Bahwa sholat itu nanti menjadi saat
bertemu.
Insya Allah. Dengan memohon kepada Allah, maka tentu saja bisa dan mudah.
Saat nikmat mulai menyebar dan mengaliri dada.
Rasa mulai nyata dan ada.
Rasa itu selalu baru.
Bukan rasa yg sama dg yg pernah dialami. Karena rasa yg sama pasti sudah
tdk berpengaruh.
Kosong. ..........Datar.
Namun rasa yg muncul adalah rasa yg
baru dan belum pernah dialami.
Maka perlu mengamati dg sungguh.
Membiarkan menguat. Karena kalau diabaikan.
Rasa ini mudah terganti dan
terhijab atau tertutup. Kenali rasa asing yg nyaman. Sekilas.
Seperti dada terasa lapang. Dada terasa luas. Terasa lega. Terasa plong dsb....dsb.
Coba
perhatikan dan ikuti rasa tersebut.
Sebagai referensi saja.
Rasa itu bisa seperti percikan embun yg menyejukkan di dada.
Lembut dan
menyegarkan.
Kadang lembut hangat sepoi-sepoi.
Kadang seperti kabut lembut mengisi dada.
kadang seperti lapisan yang kukuh dan kuat
namun kadang seperti dinding yang memebentengi dada
Bisa juga seperti menjalar semut. Berkedut lembut.
Namun
bisa seperti elusan selendang sutera dan lembut.
Bisa juga rongga dada
meluas. Meluas seperti mengisi alam semesta.
Seperti kulit menjadi
membran tembus hawa. Menyatu dg hawa di luar tubuh.
Masih banyak lagi
rasa demi rasa yg sangat bervariasi.
Berbeda-beda namun dampaknya luar
biasa.
Seolah kita rela memberikan apapun milik kita asalkan rasa ini
ada terus.
Namun rasa ini aneh. Karena bukan
milik kita. Ketika silatun lepas. Rasa ini mengendor.
Dan sedikit demi
sedikit melemah. bahkan lalu hilang. Kadang bisa sangat mudah tersambung lagi.
namun seringkali sampai
mati-matian berusaha namun gagal.
Bagaimana mendapatkan ini sebenarnya?.
Caranya sederhana.
Sejengkal mendekat kpd Allah maka rasa ini muncul.
Tapi dalam bentuk dan wujud rasa yg baru.
Rasa
demi rasa ini selalu terbarukan. Selalu muncul rasa yang asing. Aneh.
Yg
tdk mampu dijelaskan. Namun sangat dikenal yaitu rasa silatun.
Selalu
asing namun seperti kembali ke pelukan yang sangat dikenal.
Yaitu Rasa dekat
kpd Allah.
Semakin dekat dan semakin dekat.
Rasa ini ada ketika ada proses mendekat, atau yakin, diri kita leih dekat dibanding sebelumnya.
Jiwa
kadang menjadi semakin peka dan sangat sensitif. Mampu merasakan
tangisan bumi.
Rintihan pohon. Jeritan binatang. Mampu mendengar bisikan
dan bisikan.
Mata seolah melihat keindahan dan kegaiban alam.
Alam
menjadi sangat misteri dalam indah yg menakjubkan.
Keindahan
yg sangat sulit dimengerti dan sulit difahami.
Seolah rumput ingin
disapa. Seperti bunga ingin dikenal.
Tanah seperti berbisik. Seperti
mendengar dan merasakan.
Namun semua itu hanya ada dlm kesadaran (kita sebut saja sebagai sebuah keyakinan)
Mungkin saja bisa dianggap sebagai khayalan atau lamunan, namun dalam dimensi kesadaran inilah keyakinan.
Dalam dimensi keyakinan maka ini realitas. Aneh bukan?.
Dan anehnya
lagi, seolah jiwa terseret dan hanyut dalam rasa yg memabukkan.
Keindahan yg
mempesona. Yang membuat tak henti-hentinya bertasbih.
Berterima kasih.
Lalu alam seperti mengajari tentang kekuasaan Allah.
Burung, kupu-kupu, pohon dan semua alam menjadi menyatu dalam kesadaran.
Diri menjadi
bagian alam. Berubah menjadi gelombang yg menjalar mengikuti cahaya
alam.
Demikian sekedar referensi. Salah satu rasa
yg aneh.
Dan bertambah aneh dan sulit dijelaskan.
Namun nyata dlm
kesadaran.
Dalam keyakinan.
Dalam persaksian.
Syahadat.
Apakah ini benar, apakah ini khayalan,
inilah dimensi "persaksian", yang mungkin juga pernah disaksikan
karena masing-masing diri saling menyaksikan
lalu saling mengabarkan akan persaksian itu
mengabarkan akan "janji pertemuan" dengan Tuhan itu benar
mengabarkan tanda-tanda kekuasaan Tuhan
mengabarkan akan nikmat-nimat Tuhan yang telah diberikan
mengabarkan sebuah persaksian
Tiada Tuhan selan Allah
Bahwa apa yang diajarakan oleh Muhammad adalah benar
bahwa Muhammad adalah utusan Allah
yang mengabarkan pesan dan janji Allah keada manusia dan seluruh alam semesta ini.
Dan inilah dimensi dalam keyakinan, dimensi persaksian.
Semoga ini kebenaran bukan persangkaan saya.
Sungguh Allah sangat tidak menyukai orang yg mengatakan apa yg tdk dilakukannya.
Wassalam
Imam Sarjono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.