Minggu, 05 Agustus 2012

Mengubah Keraguan menjadi keyakinan (iman)

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang


Mengubah Keraguan menjadi keyakinan (iman).

Selama ini hampir sebagian besar energy kita terbelenggu dalam keraguan.

Keraguan adalah suatu kondisi dimana kita tidak maju dan mundur.
Mari sekarang ini walau kondisi kita seperti apapun, coba meraih keyakinan
keyakinan atas apa yang ada dalam diri kita, keyakinan atau iman adalah mutlak,
yakin kita sedang berada di jalanNya dengan segala keterbatasan yang kita miliki.
Ketika keraguan itu muncul maka akan berada di tempat saja.
Keyakinan dan lalu ada kesiapan untuk berubah. Berubah ketika Allah memberi petunjuk.
Ketika Iman sudah ada di hati maka Allah akan memberikan Furqon atau pembeda ke hati kita
untuk membedakan mana yang hak dan mana yang bathil.
Hati kita yang akan menuntun,
karena nasehat demi nasehat sudah berjuta di dengar namun yang muncul hanyalahketidakyakinan atau keraguan.

Energy kita hanya dipergunakan untuk pertentangan dan perdebatan seperti selama ini yang kebanyakan kita lakukan.
Dalam proses tentu saja ini diperlukan namun bukan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam keseimbangan dan kemapanan yang ada nantinya.

Yang perlu dilakukan adalah sebuah "harmony" untuk mencapai hasil terbaik.
Masing-masing kita berada pada posisi keseimbangan masing-masing. Yang tengah bergerak maju lebih baik.
Yakinlah bahwa kita akan mencapai hasil lebih baik nantinya.

Ketika harmony itu tercapai dalam sebuah tekad yang kokoh, maka perbaikan adalah sebuah kepastian.
Perubahan hanya masalah waktu. Tidak perlu dikhawatirkan atau diragukan karena itu keyakinan di hati.
Semua tengah berjalan dijalanNya dengan usaha maksimal. Namun hasil akhir ada ditanganNya.
Apakah orang di sekitar akan mengikuti ataukah tetap dalam keadaannya, sungguh petunjuk itu datangnya dari Allah.
Yang harus dilakukan hanya usaha terbaik kita.

Sebuah harmony dari keseimbangan diri lebih dahulu:
akal, ruh jiwa, dan raga
diri dengan Sang Pencipta

sehingga akan menuntun dan mengarahkan
dalam sebuah keseimbangan diri yaitu:
diri dengan keluarga
diri dengan bangsa negara
diri dengan alam semesta
dalam sebuah harmoni, Rahmatan lil alamin.



Mencapai keyakinan: Pertemuan dengan Allah

Kita hanya menapaki perjalaan (journey) untuk mengikuti kehendakNya (perintah dan larangan) dengan sepenuh keyakinan (iman).

Menunggu pertemuan dengan Allah dalam setiapperjalanan (journey), menikmati perjalanan, menikmati pemandangan yang tersaji
menikmati alam sekitar, menikmati rasa-rasa yang disajikan sepanjang perjalanan ini. Menggunakan panca indera
untuk mengenali setiap tanda. Tanda-tanda yang diberikan bahwa pertemuan itu semakin dekat
Menunggu saat kebahagiaan itu akan tiba dengan sepenuh harapan
namun dengan tetap tersenyum bahagia sepanjang perjalanan itu
tentu saja dengan mempersiapkan bekal terindah yang akan kita persembahkan

mempersiapkan kado terbaik yang akan kita bawa dan persembahkan kepada Sang Kekasih hati
memilih dan menentukan kado yang mana yang akan dibawa
apakah akan membawa sebuah kado yang besar yang kita akan kepayahan membawanya sepanjang perjalanan ini
ataukah memilih benda-benda kecil yang berharga (contoh dalam hidup kita misalkan emas, intan, berlian)
inilah pilihan-pilihan amal ibadah yang akan kita pilih untuk bekal nanti
untuk kita persembahkan sebagai kado terindah bagi pertemuan dengan Tuhan kita
apakah kita akan memilih amal yang besar namun tak berharga, ataukah kecil tapi berharga
idealnya tentu yang besar dan yang paling berharga, tapi mungkinkah?.
semoga Allah, Tuhan kita menerima dan rela, serta ridho dengan kado pilihan kita
saat kita hidup di dunia ini, karena pilihan itu ada di tangan kita
di sini dan di saat ini

Karena hanya kita sendiri yang tahu kesanggupan untuk memilh kado itu
kita tahu kemampuan diri dalam menentukan pilihan kado itu
dan tentu saja Allah lebih mengerti kadar dan ukuran kita
apakah kita "pelit" dengan kado yang kita bawa
ataukah kita terlalu berlebihan sehingga melupakan tugas kemanusiaan kita
yang tentu saja merupakan tugas kita sebagai khalifah di bumi
untuk membawa "peradaban" yang diridhoi Allah di muka bumi ini.
(yang sebetulnya adalah "kado terbaik" hamba kepada Tuhannya)


Maka menunggu pertemuan itu merupakan nikmat dan nikmat diatas nikmat dan bertambah nikmat.
Sebagaima firman-ya. Maka nikmat mana yang kau dustakan.
Sehingga kita mampu bersaksi.
"Sungguh hamba telah merasakan nikmat itu".
Hamba bersaksi atas nikmat itu.

Hidup akan selalu nikmat. Apalagi saat puasa Ramadhan ini.
Puncak nikmat yg tengah dilipat gandakan.

Rasa itu terjadi ketika ada perubahan. Ada referensi. Ada pembanding.
Ada panas maka ada dingin. Ada manis dan pahit.
Bila berada di satu suhu maka kita tidak "merasakan" nikmat atau sakitnya panas atau dingin.
Juga hal sakit yg sama tidak menjadi terlalu menyakitkan.
Namun sakit berganti-ganti yg lebih menyiksa umpama sakit gigi. Sembuh sakit sembuh lagi.

Demam tinggi. Sering tidak menyakitkan. Tapi panas dingin yg menyakitkan. Rasa.... Rasa. Dualitas rasa.
Demikian pula dengan rasa khusyu'. Atau rasa silatun. Atau rasa iman dan rasa takwa.
Perubahan rasa inilah yang sangat menentukan.

Kalau tanpa perubahan. Maka tidak ada rasanya.
Perubahan bisa terjadi di detik ini ketika kita mulai membandingkan.
Melepaskan diri dari posisi rasa dan menentukan arah yaitu lebih khusyu atau kurang kusyu.
Lebih mendekat ke Allah atau lebih menjauh. Inilah prinsip yang saya ambil contohnya dari
prinsip ketidakpastian heisenberg.
Kita tidak bisa menentukan dua-duanya. Hanya salah satu.
Posisi rasa atau arah perubahan jiwa. Kalau berada di rasa maka kita tidak mampu menentukan arah.
Berada di arah maka posisi rasa menjadi tidak bisa diamati dan ditentukan.
Mudahnya tentukan saja arah jiwa. Karena inilah yang akan membawa arah ke arah yg lurus.
Arahnya jelas mendekat kepada Allah. Lalu bagaimana cara mendekatnya?.
Bagaimana kita tahu kita sudah mendekat?.
Maka kita memiliki indera yaitu hati.
Keyakinan yg sangat kuat dalam dan menghujam.
Dan reaksinya yg kita amati. Yaitu rasa. Terima saja rasa apapun.
Kalau belum seperti yg diharapkan kembalikan lagi ke Allah dg jujur.
Begitu terus interaksi berulang. Berputar. Sampai terasa yakin semakin dekat.
Dan semakin dekat.


Semakin mendekat kepada Allah adalah puncak rasa. Bahagia di atas bahagia.
Yang entah apa namanya. Maka inilah yg disebut sebagai hari ini lebih baik daripada hari kemarin.
Hari ini lbh mendekat kpd Allah dibanding kemarin. Semakin dekat semakin bertambah rasa nikmat itu.
Puncak pertemuan adalah kebahagiaan. Proses menunggu adalah rasa nikmat itu. Maka coba renungkan.
Bisakah meyakini pertemuan sholat tahajud nanti malam (misalnya) akan menjadi puncak kerinduan.
Harapan pertemuan dg kekasih yg paling membahagiakan.
Maka sekarang adalah menunggu saat itu terjadi. Sepenuh harapan dan keyakinan.
Bahwa pertemuan itu akan terjadi. Ulangi dan ulangi. Sehingga merasakan menunggu sholat tahajud terasa nikmat.
Yakin dan semakin yakin. Sampai tidak ada celah sedikitpun akan keraguan.
Akal. Jiwa dan raga.
Bisakah?.

Bahwa sholat itu nanti menjadi saat bertemu.
Insya Allah. Dengan memohon kepada Allah, maka tentu saja bisa dan mudah.
Saat nikmat mulai menyebar dan mengaliri dada.
Rasa mulai nyata dan ada.

Rasa itu selalu baru.
Bukan rasa yg sama dg yg pernah dialami. Karena rasa yg sama pasti sudah tdk berpengaruh.
Kosong. ..........Datar.
Namun rasa yg muncul adalah rasa yg baru dan belum pernah dialami.
Maka perlu mengamati dg sungguh. Membiarkan menguat. Karena kalau diabaikan.
Rasa ini mudah terganti dan terhijab atau tertutup. Kenali rasa asing yg nyaman. Sekilas.
Seperti dada terasa lapang. Dada terasa luas. Terasa lega. Terasa plong dsb....dsb.
Coba perhatikan dan ikuti rasa tersebut.

Sebagai referensi saja.
Rasa itu bisa seperti percikan embun yg menyejukkan di dada.
Lembut dan menyegarkan.
Kadang lembut hangat sepoi-sepoi.
Kadang seperti kabut lembut mengisi dada.
kadang seperti lapisan yang kukuh dan kuat
namun kadang seperti dinding yang memebentengi dada
Bisa juga seperti menjalar semut. Berkedut lembut.
Namun bisa seperti elusan selendang sutera dan lembut.
Bisa juga rongga dada meluas. Meluas seperti mengisi alam semesta.
Seperti kulit menjadi membran tembus hawa. Menyatu dg hawa di luar tubuh.
Masih banyak lagi rasa demi rasa yg sangat bervariasi.
Berbeda-beda namun dampaknya luar biasa.
Seolah kita rela memberikan apapun milik kita asalkan rasa ini ada terus.

Namun rasa ini aneh. Karena bukan milik kita. Ketika silatun lepas. Rasa ini mengendor.
Dan sedikit demi sedikit melemah. bahkan lalu hilang. Kadang bisa sangat mudah tersambung lagi.
namun seringkali sampai mati-matian berusaha namun gagal.
Bagaimana mendapatkan ini sebenarnya?.
Caranya sederhana.
Sejengkal mendekat kpd Allah maka rasa ini muncul.
Tapi dalam bentuk dan wujud rasa yg baru.

Rasa demi rasa ini selalu terbarukan. Selalu muncul rasa yang asing. Aneh.
Yg tdk mampu dijelaskan. Namun sangat dikenal yaitu rasa silatun.
Selalu asing namun seperti kembali ke pelukan yang sangat dikenal.
Yaitu Rasa dekat kpd Allah.
Semakin dekat dan semakin dekat.
Rasa ini ada ketika ada proses mendekat, atau yakin, diri kita leih dekat dibanding sebelumnya.

Jiwa kadang menjadi semakin peka dan sangat sensitif. Mampu merasakan tangisan bumi.
Rintihan pohon. Jeritan binatang. Mampu mendengar bisikan dan bisikan.
Mata seolah melihat keindahan dan kegaiban alam.
Alam menjadi sangat misteri dalam indah yg menakjubkan.

Keindahan yg sangat sulit dimengerti dan sulit difahami.
Seolah rumput ingin disapa. Seperti bunga ingin dikenal.
Tanah seperti berbisik. Seperti mendengar dan merasakan.
Namun semua itu hanya ada dlm kesadaran (kita sebut saja sebagai sebuah keyakinan)
Mungkin saja bisa dianggap sebagai khayalan atau lamunan, namun dalam dimensi kesadaran inilah keyakinan.
Dalam dimensi keyakinan maka ini realitas. Aneh bukan?.


Dan anehnya lagi, seolah jiwa terseret dan hanyut dalam rasa yg memabukkan.
Keindahan yg mempesona. Yang membuat tak henti-hentinya bertasbih.
Berterima kasih. Lalu alam seperti mengajari tentang kekuasaan Allah.
Burung, kupu-kupu, pohon dan semua alam menjadi menyatu dalam kesadaran.
Diri menjadi bagian alam. Berubah menjadi gelombang yg menjalar mengikuti cahaya alam.

Demikian sekedar referensi. Salah satu rasa yg aneh.
Dan bertambah aneh dan sulit dijelaskan.
Namun nyata dlm kesadaran.
Dalam keyakinan.
Dalam persaksian.
Syahadat.

Apakah ini benar, apakah ini khayalan,
inilah dimensi "persaksian", yang mungkin juga pernah disaksikan
karena masing-masing diri saling menyaksikan
lalu saling mengabarkan akan persaksian itu
mengabarkan akan "janji pertemuan" dengan Tuhan itu benar
mengabarkan tanda-tanda kekuasaan Tuhan
mengabarkan akan nikmat-nimat Tuhan yang telah diberikan
mengabarkan sebuah persaksian

Tiada Tuhan selan Allah
Bahwa apa yang diajarakan oleh Muhammad adalah benar
bahwa Muhammad adalah utusan Allah
yang mengabarkan pesan dan janji Allah keada manusia dan seluruh alam semesta ini.

Dan inilah dimensi dalam keyakinan, dimensi persaksian.
Semoga ini kebenaran bukan persangkaan saya.
Sungguh Allah sangat tidak menyukai orang yg mengatakan apa yg tdk dilakukannya.




Wassalam

Imam Sarjono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.