Minggu, 05 Agustus 2012

Lailatul qadar: Antara Mitos dan Realitas dalam Kesadaran Diri.

Semoga tulisan ini mampu menghadirkan keindahan dan kebahagiaan,
ketenangan, keteduhan,kepastian dan keyakinan akan keagungan Allah, Maha besar, Maha suci
Maha benar, Maha meliputi dan seluruh sifatNya (dalam 99 namaNya)


Lailatul qadar, dalam dimensi kesadaran

Kesadaran akan adanya malam ini diturunkan dari generasi ke generasi, melintas batas waktu
melintas batas golongan, melintas batas ras dan bangsa, melintas batas usia, melintas batas banyak hal
dalam lingkup seorang (diri) yang menyatakan diri ber-Islam, beragama Islam

kesadaran ini yang awalnya satu, sederhana dan mudah, langsung, to the point, mengarah dan jelas
dengan berjalannya rentang waktu yang panjang, menjadi berputar, memilin, melipat, bertambah, dihiasi pernak-pernik
warna-warni yang menakjubkan, dan akhirnya telah menjadi hikayat, legenda, cerita, khayalan dan mitos
lailatul qadar telah menjadi sebuah "kegaiban" yang berada jauh tinggi di awang-awang, yang tak terjangkau
menjadi mimpi yang tidak nyata, seolah menunggu dapat lotre, atau menunggu jatuhnya durian
kita menjadi sekedar mendapat "keberuntungan" jatuhnya lailatul qadar dari langit
karena lailatul qadar adalah sebuah "status maqom" sang suci, status maqom para wali
sehingga hanya orang-orang yang mendapat "karomah" yang mampu meraih malam ini
itulah mitos dalam diri, dan meliputi banyak kesadaran, banyak diri kita yang terbelenggu oleh mitos ini.

Sehingga apabila ada orang yang berkata sudah mendapatkan "malam lailatul qadar ini"
apa yang akan terjadi?. Berpuluh mata seolah aka memandang, bertanya, tidak percaya,
mencibir, mencemooh, merendahkan atau iri hati, atau mungkin kagum, mungkin juga menganggap
hebat, luar biasa atau bahkan suci dan telah mendapatkan sesuatu "yang luar biasa" dari langit
menjadi sebuah misteri yang tak terpecahkan. Kerancuan telah mengakar dalam kesadaran kita.

Kejadian ini sama persis dengan "anggapan" tentang khusyu'. Yang pada awalnya juga telah menjadi mitos
menjadi legenda dan hikayat, namun dengan adanya "pelatihan sholat untuk mendapatkan khusyu"
akhirnya khusyu menjadi "membumi", menjadi sebuah realitas bahwa siapa saja bisa dan mampu mendapatkan
sehinga istilah "khusyu" telah mejadi biasa,telah menjadi sebuah realitas dalam kesadaran kita

Dan inilah yang akan dikupas dan disajikan dalam penkajian ini: Membumikan "malam seribu bulan".
menjadikan malam lailatul qadar ini menjadi sebuah realitas bagi kesadaran setiap orang yang ber-Islam


                                           ==============================
                                           Lailatul qadar adalah sebuah keniscayaan,
                                             sebuah kewajaran, sebuah keharusan bagi muslim
                                                setiap diri seharusnya mampu (wajib) mendapatkan ini
                                                  malam ini ada di dalam diri, di dalam kesadaran diri ini
                                                    maka carilah di dalam diri (jiwa/hati) dgn mengikuti ruh
                                                       bukan di luar diri (akan sangat sulit menemukannya)
                                                       ======================================


Bagaimanakah sebenarnya realitas "lailatul qadar" ini.
Sungguh sulit memahami "realitas" ini, karena realitas ini ada dalam dimensi kesadaran
ketika kita meyakini sesuatu maka itulah realitas bagi diri kita

Tulisan beberepa seri ini mencoba sedikit mengungkap kesadaran diri dalam memahami lailatur qadar
mencoba membuka tabir kayakinan agar melihat "kesederhanaan" lailatul qadar
agar melihat kemudahan lailatul qadar, sebagai bagian dari keyakinan kita sebagai muslim

Lailatul qadar ini begitu sulit difahami kesadaran karena melalui banyak kesadaran
bermula dari alam kun (alam kehendak), melalui alam ruh dan melewati alam-alam energy
membentuk (mewujud) di alam gelombang sehingga mampu diamati di alam materi
(Pembahasan tentang beberapa alam kesadaran ini dituliskan di bagian tersendiri).


Sulitnya lagi, ketika kesadaran kita berada di alam-alam tersebut, maka kita tidak mampu mengamati alam yang lain
ketika kesadaran kita berada di alam ruh maka alam materi akan hilang, demikian pula ketika ada di alam materi
maka kita tidak mampu mengamati alam ruh.Atau dengan kalimat yang sederhana:
Ketika kita sibuk dengan urusan dunia (materi) maka melupakan ruhani, yaitu kita malas melakukan ibadah ruhani
Ketika kita sibuk dengan urusan ruhani maka lupalah (hilanglah) dunia, yaitu kita menjadi malas melakukan kegiatan duniawi
Hanya kesadaran yang mampu berada di atas hal ini, menyeimbangkan.

jadi bagaimana harus mengamati "lailatul qadar" ini
apakah di alam ruh, energy, ilmu, gelombang atau materi?

maka mari kita luruhkan kesadaran kita, untuk berada di apapun kesadaran kita
karena berada dimanapun kesadaran kita, maka kita akan mampu mengamati "lailatul qadar" ini
karena lailatul qadar adalah kepastian, adalah keniscayaaan

setiap muslim seharusnya "mendapatkan lailatul qadar"
setiap muslim sewajarnya "meraih lailatul qadar ini"
sebuah kepastian, sebuah keniscayaan bagi yang meyakini, bagi yang berusaha mendapatkannya


Mengapa sulit?.
Karena biasanya mereka mencari yang "di luar" kesadaran
sedangkan "lailatul qadar" itu hanya mampu diamati oleh kesadaran diri

Sebuah hal yang sangat sederhana
bukan sebuah mitos, tetapi sebuah realitas
tetapi sebuah keyakinan.


Kajian ini akan dihantarkan.



Menunggu Sang Malam seribu bulan




Mencoba sedikit menjelaskan kronologi dan hakekat malam lailatul qadar dalam konteks dan pandangan pribadi.
Saya meyakini pernah mendapatkan malam ini tahun yg lalu. Jadi bisa menjelaskan. Sekedarnya saja.
(Sebagaimana tulisan pendahuluan di atas, dimensi ini adalah dimensi keyakinan diri,
maka tentu saja banyak yang tidak percaya, ada yang mencemooh, mencibir, mengejek atau merendahkan, meremehkan,
atau kagum dan sebagainya. Namun kalau saya mengatakan saya tidak mendapatkan bisa diterima dengan wajar,
mengapa ketika saya berkata mendapatkan bisa menjadi banyak pandangan?. Ya ... karena persepsi
Karena membandingkan dan karena keyakinan, juga karena mitos, asumsi dan anggapan,
namun yang penting dengan adanya keyakinan bahwa saya telah mendapatkan malam ini
selanjutnya saya menjadi seorang yang lebih baik, dari pemarah menjadi pemaaf
dari yang kikir menjadi lebih pemurah, dari yang berkelakukan buruk menjadi lebih baik
maka keyakinan ini adalah sebuah tonggak perubahan, maka keyakinan itu perlu).
Sebagai pembanding saja. Mungkin bermanfaat bagi yg ingin menggapai malam tersebut.
Kalaupun tidak. Sebagai wacana saja. Bahan perbandingan semata.

Malam ini adalah dalam dimensi yakin.
Keyakinan atau iman.

Disebutkan sebagai malam turunnya malaikat dan ruh.
Sederhana sekali.
Ketika turun ruh.
Siapa yg melihat ruh dalam kesadaran?. Ya tentu saja ruh kita.

Untuk apa malaikat dan ruh datang. Untuk menurunkan Al Quran. Sederhana sekali.
Jadi siapapun yg mampu membangkitkan atau menjadikan ruh sebagai diri
maka seharusnya dia mampu melihat kehadiran para ruh yang turun.
Membawa Al Quran. Ruh apa yg terutama turun?. Ruh Al Quran.

Ruh Al Quran turun setiap malam. Itu hakekat yang saya fahami. (Tentu saja dalam keyakinan diri).
Namun kemampuan diri kita yg berbeda-beda dalam menangkap atau menerima kehadiran atau kedatangan ruh ini.
Jadi bukannya menunggu yang di luar. Atau menunggu datangnya "malam lailatul qadar".
Tetapi mengamati yg di dalam dada kita. Yang mampu menangkap kedatangan ruh Al Quran ini.

Mengapa di akhir Ramadhan.
Jawabnya sederhana. Puasa ini untuk menjadikan ruh sebagai diri.
Maka perlu proses. Bukan proses sehari jadi. Namun perlu penempaan diri.
Paling tidak setelah 2/3 dilalui baru ruh mampu menjadi kesadaran diri.

Inilah yang disebut kembali fitrah, kembali kepada diri, kembali kepada awal kejadian, atau asal.
Inilah kemenangan puasa, hasil dari puasa, hasil dari penyucian jiwa: Jiwa yang fitrah
Yang mampu mengamati keberadaan "lailatul qadar" di dalam kesadaran diri.

Bagaimana dengan yg sudah "akhli ibadah". Jawabnya sama saja.
Tingkatan ruh yang akan datang pada malam lailatur qadar berbeda.
Sebagaimana malaikat yg memiliki kekuatan yg berbeda-beda. Kecepatan yg berbeda-beda.
Kemuliaan yg berbeda-beda. Maka ruh Al Quran pun juga sama.
Maka bagi akhli ibadah untuk mendapatkan tingkatan ruh Al Quran
yg sesuai dengan maqomnya harus memerlukan penggemblengan 2/3 bulan.

Jadi lailatul qadar adalah turunnya ruh. Turunnya ruh Al Quran.
Turunnya kesadaran Al Quran yg merupakan anugerah utama di bulan Romadhon.
Seharusnya setiap yg menjalankan puasa dg benar "pasti bertemu" dengan ruh Al Quran ini.

Lailatul qadar ini adalah malam pencerahan ruh (kesadaran) kita. Saat ruh kita disinari ruh Al Quran.
Cahaya Al Quran yang cahaya serta kekuataan cahayanya bagaikan kekuatan seribu buah rembulan.
Untuk menerangi hati. Maka hati akan mendadak terang benderang. Seperti siang hari.
 Namun redup. Tidak panas. Betul-betul gemerlap menyilaukan dada.
Tahukah cahaya itu?.  Mungkin sebagian besar kita sudah tahu.
Cahaya adalah energy.
Cahaya adalah gelombang.
Cahaya adalah partikel.
Dan cahaya adalah informasi.
Pembawa informasi sebagaimana serat optis. Sebagaimana jaringan internet.
Sebagaimana frequency gelombang tv, radio dsb. Kumpulan informasi alam semesta.
Gelombang tv dipancarkan setiap saat. Akan nampak saat kita menyalakan tv.
Gelombang satelit untuk navigasipun sama. Asalkan kita menyalakan receiver.
Kita menangkap informasi. Gelombang internetpun sama.
Dan demikian pula kedatangan ruh Al Quran.

Cahaya seribu rembulan yang datang di malam lailatul qadar bisa diamati
sebagai ruh
sebagai energy
sebagai gelombang
sebagai partikel (materi) biasa kita anggap suasana malam lailatul qadar
bisa sebagai informasi

Maka kesadaran kitapun harus berada di salah satu hal di atas
agar mampu menerima
atau berada di bebarapa alam
bahkan di semua alam di atas
yaitu berada di kesadaran di atas kesadaran
mengamati mewujudnya ruh Al Quran di dalam jiwa kita
dengan kesadaran apapun yang tengah kita pergunakan

       =======================================================================
       Malam lailatul qadar adalah malam dimana Al Quran mewujud di dalam kesadaran kita
       (cahaya) Al Quran akan bersinar seperti seribu buah rembulan yang akan menerangi jiwa kita
       =======================================================================



Wassalam


Imam Sarjono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.