Minggu, 26 Agustus 2012

Lailatul Qadar dan Cara Mendapatkannya (bagian pertama)

Mendengarkan ceramah buka puasa bersama dari salah seorang pakar al Quran ternama di Indonesia dan adanya pertanyaan seorang teman mengenai hakikat sebenarnya dari Lailatul Qadar membuat saya ingin untuk membahas topik ini kembali. Pakar al Quran yang mengarang buku tafsir terkenal ini berkata bahwa Lailatul Qadar adalah malam di dalam bulan Ramadhan dimana Allah memberikan keistimewaan kepada seluruh manusia yang antara lain terlihat dari tanda-tanda fisik dan kedamaian pada alam semesta seperti yang disebutkan dalam lirik lagu Bimbo yang berjudul Lailatul Qadar.

Menurutnya malam ini dapat dilihat dari teori relativitas dimana meskipun waktunya sangat singkat namun memiliki nilai yang luar biasa, bahkan lebih baik dari 1000 bulan atau 83 tahun. Ciri-ciri manusia yang mendapatkan Lailatul Qadar adalah kedamaian di dalam hatinya.
Lailatul Qadar dijelaskannya dengan sangat rumit sehingga jika saya orang awam, maka boro-boro hendak mendapatkan Lailatul Qadar, memahami maknanya saja sudah teramat sulit. Padahal tujuan Allah menurunkan al Quran adalah tidak membuat manusia menjadi susah, sebagaimana disebutkan dalam Surat 20:2, Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah.
Marilah kita membahas mengenai apa makna dan hakikat dari Lailatul Qadar ini dengan membuka Surat 97 al Qadar.
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? (Surat 97:1-2)
Al Quran diturunkan pada waktu malam bukan berarti al Quran diturunkan ketika malam hari. Malam disini adalah perumpamaan kegelapan manusia yang belum mendapatkan cahaya Allah melalui wahyu-Nya, sebagaimana disebutkan dalam Surat 14:1, Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.
Al Quran yang diturunkan kepada manusia yang dalam kondisi gelap. Pada titik Lailatul Qadar itulah kita mulai mendapatkan cahaya Allah dengan mulai memahami al Quran, sebagaimana disebutkan dalam Surat 42:52, Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

Jadi, kesimpulan pertama, malam Lailatul Qadar bukan berarti terjadi pada malam hari, namun dapat terjadi kapan saja ketika seseorang yang sedang dalam kondisi gelap gulita (perumpamaannya sebagai malam) mulai diberikan hidayah dari Allah melalui al Quran. Lailatul Qadar dapat terjadi kapan saja selama seseorang manusia tersebut memenuhi persyaratan sebagai manusia yang paling bertakwa.

Disebutkan sebagai malam kemuliaan, karena terdapat tiga macam kemuliaan pada titik gelap tersebut.
Kemuliaan pertama adalah pada malam tersebut, seseorang yang memenuhi persyaratan mendapatkan hidayah dari Allah adalah seseorang yang mulia yaitu yang paling bertakwa, sebagaimana disebutkan dalam Surat 49:13, Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Kemudian manusia yang mulia ini dipertemukan oleh kemuliaan yang kedua yaitu al Quran yang mulia, sebagaimana disebutkan dalam Surat 56:77, Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia. 

Di dalam memberikan hidayah dalam bentuk kepahaman al Quran ini, Allah mengutus kemuliaan yang ketiga yaitu utusan-Nya yang mulia yang bernama Malaikat Jibril, sebagaimana disebutkan dalam Surat 81:19, sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril),
Jadi, kesimpulan kedua, malam Lailatul Qadar tidak berlaku untuk semua manusia, tetapi berlaku hanya kepada manusia yang paling bertakwa, dimana pada malam tersebut Allah mengutus malaikat Jibril untuk menyampaikan al Quran kepadanya.
Adapun kesimpulan ketiga, malaikat Jibril mendatangi manusia yang bertakwa sehingga konsep bahwa malaikat Jibril hanya mendatangi para Nabi dan sudah menjadi pensiunan setelah Nabi Muhammad wafat perlu dipertanyakan.

Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (Surat 97:3)
Makna dari bulan bukanlah berarti bulan kalender. Bulan dimaksudkan sebagai bercahaya sebagai lawan dari matahari yang bersinar, sebagaimana disebutkan dalam Surat 10:5, Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.

Bulan adalah perumpamaan dari al Quran sebagai wujud dari cahaya Allah, sebagaimana disebutkan dalam Surat 42:52, Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

Seribu bulan adalah perumpamaan dan bukan berarti seribu dibagi dengan dua belas atau delapan puluh tiga tahun. Kesalahan pemaknaan ini mengakibatkan adanya konsep bahwa kalau pada hari itu kita shalat, hitungannya seperti shalat selama 83 tahun.
Jika satu bulan purnama sudah menerangi malam yang gelap, maka seribu bulan adalah perumpamaan al Quran yang merupakan cahaya Allah yang terang benderang, sebagaimana disebutkan dalam Surat 4:174, Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran).
Jadi, kesimpulan keempat, seribu bulan bukanlah bermakna seribu bulan kalender atau 83 tahun, tetapi bermakna al Quran yang memberikan cahaya hidayah yang terang benderang kepada manusia yang dalam keadaan gelap gulita.

Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. (Surat 97:4)
Ketika dikatakan malaikat dan ruhu fiha (Jibril) turun, jangan dibayangkan bahwa malaikat dan Jibril seperti bidadara atau bidadari yang turun dari kahyangan. Makna dari turunnya malaikat dan ruhu fiha adalah turun untuk menjelaskan mengenai cahaya hidayah Allah melalui al Quran. Malaikat dan ruhu fiha (Jibril) bukanlah turun ke bumi dari kahyangan, tetapi turun ke qalbu atau jiwa manusia untuk menguraikan (Jabarul) segala sesuatu yang belum dipahaminya untuk menjadi paham, sebagaimana disebutkan dalam Surat 26:192-194, Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.

Jadi, kesimpulan kelima, malaikat dan Jibril tidak turun ke bumi tetapi ke dalam jiwa atau qalbu manusia untuk menjadi utusan dalam memberikan hidayah dari Allah dalam bentuk kepahaman yang mendalam akan petunjuk Allah dalam al Quran. Melalui kesimpulan ini, maka konsep bahwa terdapat ciri-ciri alam semesta sebagaimana yang digambarkan oleh pakar al Quran tersebut dan lagu Bimbo adalah suatu konsepsi yang kurang tepat.

Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (Surat 97:5)
Ketika dikatakan bahwa malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar, pakar al Quran tersebut mengatakan bahwa fajar adalah bagian dari siklus hidup manusia yang dimulai sejak fajar hingga maghrib. Hakikat yang sesungguhnya dari fajar adalah batas antara gelap dan terang. Ketika manusia yang mulia dipertemukan Allah dengan al Quran yang mulia melalui utusan Allah yang mulia (Jibril), maka manusia tersebut mulai menghadapi masa dari gelap menuju terang dimana berangsur-angsur hidupnya akan menjadi terang benderang karena dibimbing dan dilindungi oleh Allah melalui para malaikat dan Jibril, sebagaimana disebutkan dalam Surat 2:257, Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
(bersambung)
Catatan:
1.    Angka diatas berarti rujukan ayat al Quran, 28:56 berarti surat ke-28 ayat ke-56, mohon dibaca langsung al Qurannya sebagai sumber kebenaran.
2.    Mohon dicek kalau ada kesalahan dalam nomor ayat al Quran nya dan mohon ditambahkan untuk kesempurnaan.

Sony wicaksono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.