Minggu, 04 November 2012

Entrepreneurship itu bisa ditularkan tetapi tidak bisa diajarkan

Penjelasan Dahlan Iskan tentang Entrepreneurship bahwa Entrepreneurship itu bisa
ditularkan tetapi tidak bisa diajarkan
(note penulis: hanya bisa dilakukan).
Sebagai contoh, seorang mahasiswa Master of Business Administration (MBA) sudah
tentu mempelajari segala urusan yang berkaitan bisnis, namun begitu lulus dan
mendapat ijazah MBA, belum bisa langsung berbisnis, karena bisnis tidak bisa
instant, butuh proses “penularan”.

Di sekolah, seorang MBA belajar bisnis (how to know) tetapi
di lingkungan komunitas TDA, orang-orangnya langsung melakukan action dan
dibimbing untuk memiliki sikap sebagai entrepreneur (how to do). Jadi sangat
penting berada di lingkungan entrepreneur, kalau seseorang ingin menjadi
entrepreneur tetapi tidak berada di lingkungan entrepreneur, dia tidak akan
menjadi  entrepreneur.

Jika seseorang berada di lingkungan pengusaha, membahas
segala sesuatu mengenai usaha, bagaimana memiliki keinginan dan optimis
mencapainya, maka ia akan menjadi pengusaha. Berbeda jika berkumpul dengan
politisi. Siapapun akan sukses kalau SUNGGUH-SUNGGUH, namun
persoalannya adalah seperti apa atau seberapa sungguh-sungguh ? Lantas ukurannya
apa ? Menurut Pak Menteri, sungguh-sungguh itu ada levelnya : sungguh-sungguh
dan SUNGGUH-SUNGGUH.  Ukurannya bisa diumpamakan dengan kadar emas. 24
karat, 23 karat, 22 karat 18 karat atau bahkan tidak berkarat.

Segala sesuatu negatif akan mengurangi “karat”nya itu. Keraguan
akan mengurangi “karat”. Bicara mengenai politik akan mengurangi “karat”.
Keluar ikut demonstrasi akan mengurangi “karat”. Selingkuh akan mengurangi
“karat”. Terlalu banyak yang dapat mengurangi “karat” kesungguh-sungguhan. Hanya
dengan memperbaiki diri dan mempertebal keyakinan “karat” akan meningkat.

Semua orang memiliki kemampuan yang hampir sama, yang
membedakan adalah kesempatan. Banyak yang mendapat kesempatan tetapi belum
“matang”. Saat ini banyak yang menjadi pengusaha dengan cepat (instant), tetapi
belum “matang”. Seseorang yang SUNGGUH-SUNGGUH melakukan bisnis akan
menemukan masalah bisnis setiap hari, karena itu setiap hari ia harus mencari
solusi. Setiap hari menemui masalah akan membuat seseorang matang. Persoalannya
adalah berapa lamakah ia bisa matang ? 3 tahun, 5 tahun. 10 tahun? Itu
tergantung dari sering tidaknya menemukan masalah-masalah baru dan upaya
mencari solusinya. Itu membutuhkan kesungguhan 24 karat. Dengan kata lain
kesungguhan-sungguhan yang dijalani setiap hari dalam menghadapi masalah dan
menemukan solusinya akan membuat ia memiliki 24 karat SUNGGUH-SUNGGUH.

Beliau melihat di ruangan ini penuh dengan anak-anak muda. Beliau
menjelaskan bahwa semakin muda/dini menghadapi masalah, semakin cepat jatuh,
semakin baik. Karena jatuh itu penting, bangkrut itu penting, semua orang yang
menjalani bisnis pasti pernah jatuh. Kalau jatuh, bisnisnya masih kecil, maka
rasa menyesalnya tidak terlalu besar. Tetapi jangan sering-sering menyesal.
Seseorang yang terlalu sering menyesal kejiwaannya akan rusak.

Semakin  muda semakin cepat jatuh. Jatuh itulah yang
akan menjadi seleksi. Siapa yang akan menjadi pengusaha. Itulah sebabnya kenapa
hanya 1,5% dari 240 juta penduduk Indonesia yang jadi pengusaha. Kebanyakan
orang takut jatuh. Maka dari itu cepatlah jatuh, cepatlah belajar dari
kejatuhan karena bisnisnya masih kecil, sakitnya akan cepat sembuh karena masih
memiliki darah muda.

Segeralah, karena waktu Anda terbatas ! Hanya 8 tahun lagi.
Saat itu ekonomi Indonesia akan luar biasa besarnya. Peluang emas bagi anak muda berusia 25 tahun -28
tahun. Dari sekarang sudah harus diputuskan, karena ini akan menentukan siapa
yang akan menikmati perekonomian Indonesia dengan pendapatan
perkapita sekurang-kurangnya sebesar US$ 6000. Saat ini baru US$ 3200
pendapatan perkapitanya. Pak Menteri berharap  8 tahun mendatang,
komunitas TDA akan besar 10 kali lipat dari sekarang. Cepatlah jatuh, sebelum 8
tahun mendatang, tahun 2020 !

Sebelum usai, sesi kelima diisi dengan tanya jawab. Ketika seorang
penanya mengangkat tangan untuk bertanya, beliau berlari ke arah penanya dan
melemparkan microphone padanya, wow.... energik sekali, pemandangan yang tidak
biasa, luar biasa, ini memperlihatkan betapa energiknya beliau (Note: padahal
beliau terkena virus hepatitis B telah merusak livernya hingga nyawanya
terancam, tahun 2007 beliau menjalani operasi transplantasi liver).

Dalam sesi tanya jawab satu pertanyaan yang sangat bagus
adalah, beliau ditanya kenapa beliau pernah menggaji karyawannya dengan gaji
kecil, hal itu dipertanyakan. Beliau menjawab, memberi gaji kecil ada dua
dasarnya, gaji kecil sebagai KEBIJAKAN, atau gaji kecil sebagai PROSES.

Seseorang yang digaji kecil bisa jadi 6 bulan, 1 tahun atau
2 tahun akhirnya habis energinya lalu menyerah, itu menguji apakah ia memang
pegawai bagus atau tidak. Itu akan menjadi proses seleksi untuk mendapatkan
pegawai bagus (note: team yang unggul). Karena perusahaan itu baru maka tidak
dapat diketahui apakah pegawai itu akan loyal, berprestasi atau tidak.
Mulailah dari gaji kecil sebagai proses untuk menguji dan
membangun kemampuan pegawai. Jangan pernah mencegah pegawai untuk pindah kerja,
karena bisa jadi ia pindah kerja untuk meningkatkan penghasilan karena
kebutuhan (memperbaiki nasib) atau bisa jadi karena ia memang bukan kader yang
baik (pegawai kutu loncat). Jangan menyesalinya.
Tetapi kemudian, terus naikkan gajinya setelah perusahaan
makin besar. Lakukan “manufacturing hopes” yakni penjelasan yang jujur kepada
pegawai, bahwa nanti gajinya akan dinaikkan seiring dengan pertumbuhan
perusahaan. Ini adalah cara untuk membuat pegawai yang berprestasi / kader yang
baik tetap ada di perusahaan.

Sebagai penutup beliau menyampaikan bahwa bisnis itu untuk
dilakukan bukan untuk dibicarakan atau dipersoalkan.

Artikel Asli :
http://bundarisoles.com/blog/21-pesta-wirausaha-2012-sesi-kelima

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.