Kamis, 11 Agustus 2011

Tokoh-tokoh Utama “Pintu Surga”


Drama Ramadan 2011 Trans TV
(Tayang tiap hari pkl. 16.30 WIB, pada 1 – 29 Agustus 2011)
 
 
Ningrum (Berliana Fibriyanti):
Ningrum digambarkan sebagai seorang janda, ibu dari dua anak, yang ingin memberikan yang terbaik pada anak-anaknya. Ia sangat perhatian dan mudah cemas pada nasib anak-anaknya. Tetapi di balik penampilannya yang bijak, lembut, sebetulnya ada rasa kekosongan tertentu di dalam hatinya. Ada kerapuhan yang tak mau ditunjukkan pada anak-anaknya, tetapi kadang-kadang tercetus ke luar lewat ingatan/lamunan pada mendiang suami.
 
Ningrum terombang-ambing antara rasa cinta lama pada almarhum suami, dan kenyataan real bahwa dia sebetulnya merasa berat menafkahi keluarga sendirian. Serta, ada kebutuhan akan kehadiran seorang laki-laki dewasa dalam rumah tangga (yang belum siap diterima oleh anak-anaknya, terutama Nadya).
 
Problem lain adalah rencana relokasi pasar tradisional, yang kemungkinan mengganggu nafkah/penghasilan Ningrum yang relatif sudah kecil. Keuangan Ningrum sudah pas-pasan untuk membiayai sekolah anak-anaknya, tetapi dengan sukarela ia masih menampung adik kandungnya, Satrio, sarjana yang pengangguran.
 
Nadya (Dhea Imut):
Nadya digambarkan sebagai gadis yang baik, penurut, perhatian pada orangtua (Ningrum), tidak banyak menuntut, sayang pada adiknya. Nadya tampil sebagai siswa yang cukup pintar dan kreatif di sekolahnya, berani bersikap berbeda, mengidolakan almarhum ayahnya (yang mdembuatnya tidak mudah menerima kehadiran seorang ayah tiri di rumahnya). Keinginannya memakai jilbab dan masuk pesantren juga antara lain karena pesan almarhum ayahnya.
 
Nadya berkonflik dengan pihak sekolah karena tekadnya memakai jilbab, dan berkonflik dengan teman sekelas, Gita, yang suka meremehkannya. Konflik dengan Gita berkembang ketika cowok yang ditaksir Gita, Damar, justru mulai menunjukkan ketertarikan ke Nadya.
Sifat Nadya yang spontan, cuek, dan agak tomboy justru menjadi daya tarik tersendiri bagi cowok sebaya. Tetapi Nadya sendiri tidak pernah menunjukkan rasa ketertarikan pada lawan jenis, meskipun dikelilingi oleh teman-teman yang tergila-gila pada cowok cakep.
 
Fahmi (Reihan Mufur):
Fahmi, adik Nadya ini, awalnya digambarkan sebagai bocah yang penurut dan agak manja karena selalu dilindungi oleh Nadya dan Ningrum. Meskipun digambarkan kritis (banyak bertanya dan selalu ingin tahu), Fahmi tidak pernah digambarkan memiliki prestasi khusus di sekolah. Kemudian dia bisa juga usil dan jenaka pada orang yang dikenal dekat (Oom Satrio). Karakter Fahmi mengalami perkembangan sejak berkenalan dengan Adam, yang mengajarinya mengamen dan berjualan koran, dan mengalami kehidupan sebagai anak jalanan. Meski bertujuan baik, membantu keuangan keluarga, Fahmi mulai “kurang jujur” (kucing-kucingan dan tidak terbuka) pada ibu dan kakaknya. 
 
Satrio (Rayendra):
Satrio, adik Ningrum, meskipun berwajah lumayan keren, digambarkan sebagai lulusan universitas berkualitas pas-pasan. Terbukti dari sekian lama gagal memperoleh pekerjaan (dibandingkan dengan teman-temannya yang lain). Dia juga terkesan kurang mandiri, karena dengan enaknya “menumpang hidup” pada kakaknya, yang juga sudah hidup kekurangan. Yang positif adalah Satrio berusaha hidup jujur, tak mau mengambil uang yang bukan haknya
Untuk kebutuhan akan harga diri, Satrio mengandalkan pada cerita pengalamannya sebagai aktivis mahasiswa, meskipun tingkat aktivitasnya juga tidak luar biasa (hanya sekadar ikut aksi protes internal universitas, bukan jadi aktivis politik anti-Soeharto, yang marak pada 1997). Satrio baru merasakan kebutuhan serius akan pekerjaan yang “cukup bermartabat” ketika naksir Ibu Ida, karena calon mertua tidak akan mau menerima pemuda berprofesi tak jelas sebagai menantu. Satrio akhirnya mau kerja apa saja demi martabat itu, meski dirasakan tak sesuai suara hati nurani.
Neng Siti (Genta Windi):
Neng Siti digambarkan sebagai pengamen jalanan dengan tampilan dan suara pas-pasan. Berpenampilan selalu norak dan sok selebriti, Neng Siti menjalani profesinya dengan jujur, menolak hal-hal yang tidak-halal, dan masih bermimpi bahwa suatu saat dengan satu dan lain cara karirnya akan terangkat jadi penyanyi tenar. Hal lain yang membuat Neng Siti galau, selain kondisi keuangannya yang kekurangan, adalah belum ada pria yang serius mendekatinya. Tetapi karena pembawaannya yang easy going, terkesan Neng Siti tidak punya konflik atau masalah serius.
Maeng (Ozan Ruz):
Berasal dari latar belakang ekonomi yang sebetulnya lumayan, Maeng adalah keponakan Neng Siti. Maeng memilih jadi pendamping Neng Siti dalam mengamen, karena sering dimarahi di rumah. Pada dasarnya Maeng adalah orang yang baik, sehingga tidak begitu jelas bagaimana pergulatan batinnya ketika ia memutuskan mau membantu pencopet melaksanakan aksinya demi menambah penghasilan (meski lalu digambarkan, Maeng menyesali perbuatannya).
Sebagai waria, pria yang kewanita-wanitaan akibat sosialisasi yang salah semasa kecil, problem utama Maeng adalah problem identitas. Ia menyadari bahwa status waria adalah status yang “salah” secara norma agama, tetapi ia merasa belum mampu mengubah diri jadi sepenuhnya laki-laki.
Alim Himawan (Marcell Domits):
Sering tampil murung, dingin, dan tanpa ekspresi, kontraktor muda yang dipercaya menangani pemindahan pedagang di pasar tradisional tempat Ningrum berjualan, ini hadir sebagai figur yang punya integritas dan profesional. Ia ingin menyelesaikan tugas secara prosedural, bermartabat, dan tidak ingin menyusahkan pedagang tradisional. Konflik yang dihadapi adalah tekanan dari pimpinan untuk segera menyelesaikan tugas, tetapi ada kendala di lapangan, sementara Alim enggan menggunakan cara-cara kotor untuk menyelesaikan tugas.
Konflik kedua adalah adanya kebutuhan kehadiran seorang pendamping yang betul-betul bisa menjalankan peran sebagai istri sepenuhnya, sedangkan istrinya menderita sakit parah. Ada ketertarikan pada Ningrum, tetapi tertahan oleh rasa kesetiaan terhadap istri dan anak, yang selama ini selalu suportif. 
Putri (Dwi Anastasya):
Anak perempuan satu-satunya Alim, yang sabar dan tabah mendampingi ibunya yang lumpuh. Putri tidak pernah menyalahkan ayahnya. Karena kemunculannya yang singkat, peran Putri belum cukup tereksplorasi.
Anggi (Lydia Agatha):
Istri Alim yang lumpuh akibat kecelakaan. Karena peran lumpuhnya, karakter Anggi juga tidak tereksplorasi.
 
Beberapa tokoh Penunjang:
 
Tini:
Penjual yang kiosnya bersebelahan dengan kios Ningrum. Meskipun kurang jujur dalam berjualan, Tini sebetulnya bukan orang yang betul-betul jahat. Sifatnya yang nyinyir, sok mau tahu urusan orang, dan suka ngomongin orang lain, menjadi gangguan tersendiri bagi Ningrum. Sejauh ini kehadirannya cukup menarik dan mewarnai cerita, sehingga disayangkan jika terlalu lama hilang dalam beberapa episode.
Rini:
Sahabat Nadya yang suka membantu. Ingin berjilbab tetapi merasa belum siap mental. Suka memandang cowok-cowok cakep, dan bersaing dengan temannya Gita dalam merebut perhatian Damar, teman sekelas yang jago basket.
Bondang:
Preman tanggung yang naksir Ibu Ida, dan bakal jadi pesaing Satrio. Bondan yang urakan, berhobi naik motor secara ugal-ugalan. Perannya sebetulnya tidak signifikan, sekedar untuk melucu atau memeriahkan cerita.
Damar:
Siswa SMP jago basket, yang jadi incaran Rini dan Gita.
Gita:
Teman sekelas yang jadi “musuh” Nadya dan Rini. Bersaing dengan Rini untuk merebut perhatian Damar.
Reyhan:
Putra pemilik pesantren yang ganteng. Membantu ayahnya mengelola pesantren dan program pesantren kilat.
Bimo:
Tukang kredit yang biasa menagih uang ke Ningrum, tapi lalu ingin mendekati Ningrum..
Kepala Sekolah (Tarsan):
Kepala sekolah yang sok disiplin, sehingga menghambat keinginan siswi mengenakan jilbab di sekolah.
Ibu Ida:
Guru Nadya yang cantik dan dikejar-kejar oleh Satrio.
Ayu:
Pencopet cantik, yang kemudian jatuh hati pada Maeng.
Adam:
Pengamen cilik, teman Fahmi.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.