Elly Suhari , perempuan dari kalangan biasa yang sempat menjadi pembantu rumah tangga. Bahkan ia pernah nekat akan menjual ginjalnya demi membayar hutang-hutangnya. Setiap hari, didatangi rentenir dan dimaki-maki. Namun, kegigihannya menghadapi semua masalah dan kejujurannya disaat terjepit, mengangkat derajat yang mengubah nasibnya 180 derajat. Ia mengalahkan kemiskinannya dan berhasil membangun bisnis Elly Agency, yang mengkoordinir penontron bayaran untuk sejumlah acara di televisi. Penghasilannya sehari Rp 2 juta – Rp 4 juta. Meskipun bukan seorang artis, namun namanya kini cukup populer dikalangan para artis papan atas.
Elly Suhari tersenyum menyapa Kartini, ketika menyambanginya di sebuah salon di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, pekan lalu. Seorang stylis muda sedang menata rambutnya. Tak banyak waktu yang disediakan Elly, karena dia harus berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta. Dengan waktu yang sedikit, Elly bercerita tentang perjuangan hidupnya di masa sulit dan menyakitkan, hingga ia menjadi tenar dikalangan artis saat ini dan meraup penghasilan bersih Rp 15 juta sebulan. Sang stylis terus saja sibuk menta rambutnya. Inilah kisahnya.
Masa-masa lajang sangat menyenangkan bagi Elly yang biasa dipanggil para artis dengan sebutan Elly Sugigi atau Mpok Elly. Meski ia bukan anak dari keluarga berada, namun kehidupannya penuh dengan hura-hura. Mudah bergaul, banyak teman dan selalu muncul di arena sepatu roda di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Ia juga tak pernah ketinggalan diacara dance dan disko yang banyak diganrungi pemuda diera tahun 1990-an. Kehidupan hura-hura itu membuat dirinya tak sedikitpun membayangkan bakal menjalani perjuangan berat dan menyakitkan ketika ia menikah.
SETIAP HARI DI MAKI-MAKI RENTENIR YANG MENAGIH HUTANG
Tahun 1993, Elly mengalami suatu masalah dan kabur dari rumahnya. Ia bertemu dengan seorang pengamen yang iba padanya dan menikah sirih. Keluarga baru ini pun mengontak rumah kecil di belakang rumah orantua Elly, di kawasan gang Subuh, Cipinang subuh, Jakarta Timur. Dari perkawinannya itu, pasangan ini dikarunia dua anak, laki-laki dan perempuan. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Elly membantu suaminya berdagang kue keliling di kantor walikota Jakarta Timur.
Lumayan, ia bisa kredit motor, suaminya menggunakan untuk mengojek. Dari situ ia mulai bisa membeli mobil butut seharga Rp 5 juta. Dengan mobil butut itulah suaminya mengantarkan ia berdagang kue. Namun perjalanan nasib menentukan lain, saat sedang menikmati hidup yang menanjak bagus, tiba-tiba Elly menderita penyakit usus buntu. Uang tabungan dan seluruh hartanya habis untuk biaya mengobati penyakitnya.
Uang sudah habis suaminya pun menganggur, kredit motor belum lunas, jadilah ia berhutang kesana kemari untuk menutupi biaya hidup. Seringkali rentenir datang kerumahnya dan memaki-makinya. Mereka menagih hutang yang tak pernah bisa dibayar Elly. Rasa malu, takut dan caopek dimaki-maki rentenir, Elly dan suaminya memutuskan pindah ke tempat lain. Ia menitipkan anak tertuanya pada sang ibu dan membawa anak keduanya pindah ke kawasan Joglo. “ Saya kabur dari rentenir. Orang-orang bilang saya kabur karena banyak hutang. Saya tidak perduli, yang penting saya kabur mau cari duit biar bisa bayar hutang.
JADI PEMBANTU RUMAH TANGGA UNTUK MEMBAYAR HUTANG-HUTANG SUAMI
Ditempat yang baru ini ia mengontrak rumah kecil sangat sederhana, suaminya mulai mengamen lagi dan Elly berdagang sayuran dirumahnya. Namun, ia tak ingin suaminya hanya mengamen, ia coba carikan pekerjaan sebagai supir dirumah orang asing melalui penyalur tenaga kerja. Tidak lama suaminya menjadi supir pribadi, karena perusahaan penyalur tenaga kerja itu bangkrut. Sementara Elly sendiri kehabisan modal berjualan sayuran. Ia banting setir jadi pembantu rumah tangga dan mencucukan pakaian keluarga temannya sendiri.
Dari penghasilannya sebagai pembantu rumah tangga, ia bisa mengirimkan uang untukbiaya sekolah anaknya. Praktis selama suaminya menganggur ataupun bekerja, biaya sekolah anaknya Elly sendiri yang menanggung. Elly tak betah melihat suaminya menganggur, ia mencoba mencarikan pekerjaan lagi. Ia baca dikoran ada lowongan supir tamatan SMP/SMA. Ia suruh suaminya melamar dan akhirnya di terima di perusahaan pengerah tenaga kerja. Tahun 2000, suaminya ditempatkan sebagai supir di PT. Indosat, bergaji Rp 3 juta.
Namun, dari gaji sang suami tak sedikitpun diambil untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Suaminya malah kredit motor lagi. Elly tak berhenti bekerja apa saja asalkan bisa mengirim uang untuk biaya sekolah anaknya. Lewat setahun suaminya bekerja, musibah datang lagi. Mobil PT. Indosat yang dikemudikan suaminya, dirampok orang. Mobil diambil dan suaminya dihajar hingga babak belur. Luka dikepalanya membuat suaminya berubah perangai, jadi pemarah dan sering memuli Elly.
Dua tahun bekerja, kontrak suaminya tidak diperpanjang lagi, karena masalah perampokan mobil tersebut. Ditambah lagi ia mengalami flek pada paru-parunya akibat terlalu keras bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan berjualan sayur sekaligus. Ia terpalsa berhenti bekerja dan kemabali Elly berhutang lagi kesana kemari. Hidupnya jadi gali lobang-tutup lobang. Bahkan ia tak mampu membayar kontrakan. Elly memutuskan memboyong suami dan anak keduanya kembali kerumah orang tuanya di Cipinang. Ia dan keluarganya mendapat kamar di belakang rumah.
“Sedih bener, setiap lebaran, saya jualan kulit ketupat untuk beli baju lebaran anak-anak saya. Sedih saya kalau inget saat-saat itu. Kadang ketupat Cuma laku berapa, saya belikan baju anak saya yang murah-murah, yang penting anak-anak saya senang, bisa pakai baju lebaran seperti teman-temannya,” ujarnya sambil terisak. Ia cepat menghapus air mata dan meneruskan ceritanya. “Tapi, kelakuan suami saya makin menjadi, disaat menganggur dia malah menjadikan saya seperti sansak tinju. Saya juga dilarang bekerja mencari uang. Sementara kebutuhan hidup makin susah terpenuhi,” ungkapnya perempuan kelahiran Jakarta 16 Oktober 1971 ini.
SAKIT PARU-PARU, SEMPAT INGIN MENJUAL GINJALNYA
Hutang seperti menjadi bagian dalam kehidupan Elly, untuk mengobati paru-parunya ia harus berhutang lagi pada rentenir. Ditambah lagi untuk kebutuhan sehari-harinya dan biaya sekolah anaknya. “Suami saya lebih senang jadi pengamen, kalau gak cukup saya disuruh ngutang kemana-mana. Ya sudah, rentenir tiap saat datang ke rumah memaki-maki saya, saya semua yang menghadapi rentenir itu. Suami saya gak berani,” paparnya.
Tahun 2004, flek di paru-parunya makin banyak, Elly nekad mau jual ginjalnya. Ia mendatangi Puskesmas di kawasan Rawamangun untuk menawarkan ginjalnya kepada pasien yang membutuhkan ginjal. Ketika ia menawarkan ginjalnya pada seseorang di Puskesma itu, orang itu bertanya kenapa ia mau menjual ginjalnya. Elly mengaku terus terang ia sedang dikejar-kejar rentenir. Ia mau jual ginjal untuk biaya berobat penyakit paru-parunya dan membayar hutang pada rentenir.
“Saya capek dikejra-kejar rentenir. Eh orang itu malah menasehati saya. Katanya ibu harus punya semangat untuk sembuh, jangan dipikirin penyakit dan masalahnya. Kalau ibu cuma punya ginjal satu, gimana ibu mau jualan lagi. Hadapi semuanya ibu harus bertahan. Yakin ada jalan keluarnya, ayo semangat untuk sembuh ya bu. Saya pikir bener juga orang ini, akhirnya saya gak jadi jual ginjal saya,” kata ibu dua anak ini.. Batal menjual ginjal, Elly terpaksa bergantung hidup pada ibunya.
Tahun 2006 akhir, Elly lagi nonton televis dirumah ibunya. Ia melihat banyak orang yang ikut audisi untuk acara Esktra Vaganza di Trans TV. Ia berfikir, sepertinya enak kalaun ikut audisi, bisa dapat duit berjuta-juta dengan mudah. “Terus terang saya capek dengan kondisi ekonomi yang morat-marit. Saya nekat bawa anak saya ke Trans TV mau ikut Audisi. Modal duit Rp 10 ribu rupiah buat ongkos Elly mendaftar Audisi. Sayangnya, audisi sudah tutup, pupus sudah harapannya.
“Tapi, saya gak langsung pulang. Saya lihat banyak orang yang nonton waktu itu acaranya Lenong Nyok. Saya ikut saja nonton. Saya disuruh jadi figuran lewat-lewat saja, tapi sambil dibecandain dan diledekin. Saya dari dulu gak pernah marah kalau diledekin orang, asal jelas ngeledekinnya, bukan karena ngelecehin atau ngerendahin atau sinis. Eh gak tahunya pas selesai acara saya dibayar Rp 10 Ribu. Crew trans TV bilang ke saya, besok datang lagi ya. Artis-artisnya waktu itu Fery Maryadi, Andrew Taulani dan Deswita Maharani. Mereka bilang ke saya Mpok Elly, besok datang lagi ya. Rame nih ada dia, bisa jadi bahan ledek-ledekan, itu tahun 2006 akhir,” paparnya.
KEJUJURANNYA MENGEMBALIKAN HANDPHONE MENDAPAT SIMPATI CREW TELEVISI
Sejak itu Elly jadi keranjingan ikut agency jadi ekstras (figuran) sekaligus jadi penonton. Kadang-kadang ia tidak dibayar oleh agencynya, sering juga sampai dua minggu baru dibayar. Buat elly yang penting hatinya terhibur dan dapat uang meskipun sedikit bisa buat biaya sekolah anak. Lama-lama suaminya tidak suka dengan kegiatan elly yang baru itu. Elly sampai berbohong kepada suaminya, ia bilang dibayar Rp 25 ribu.
“Padahal saya cuma dibayar 10 ribu. Kadang-kadang dihutang, yah biar dia mengizinkan saya. Lambat laun rezeki saya bertambah, bayaran saya naik menjadi Rp 25 ribu bahkan pernah dapat Rp 50 ribu rupiah. Saya kan dari gadisnya mudah bergaul, banyak temen. Kemana aja saya banyak temen. Jadi waktu melihat saya di TV, temen-temen saya jadi pengen nonton. Saya ajakin temen-temen saya nonton. Tapi kok agency jadi keenakan, sudah Mpok Elly saja yang bawa temen-temennya. Tapi, bayarnya hutang melulu, padahal Trans TV bayar ke agency cash,” ungkap penyuka tari dan dance ini.
Suatu ketika, disaat Elly harus membayar cicilan motor suaminya Rp 800 ribu, tiba-tiba ia menemukan sebuah handphone di studio Trans TV. Hatinya bergejolak, ingin mengambil Hp itu untuk dijual. Uangnya bisa bayar cicilan motor. Tapi, ia takut, tidak berani melakukannya takut ketahuan camera CCTV di studio itu. “Saya ambi apa enggak ya,” katanya dalam hati. Rupanya, Tuhan sedng menguji kejujuran dan mentalnya. Untunglah rasa takutnya begitu kuat, sehingga ia menyerahkan Hp tak bertuan itu ke Satpam. Tapi, Satpam malah menyruhnya menyerahkan pada salah seorang crew yang ia kenal.
“Saya datangi Cak Nurhadi. Saya bilang, Mas saya nemuin handphon gak tahu nih punya siapa. Oh itu punya produser, kata Mas Hadi. Produsernya cuma bilang terimakasih saja. Mas hadi jadi interest sama saya. Dia bilang Mpok Elly orangnya jujur ya. Mas Hadi terus bilang Jadi, setelah itu Mas Hadi lebih deket sama saya dan selalu nolong saya. Mas hadi yang menyuruh saya jadi agency sendiri. Pok Elly kan temennya banyak, bagus-bagus lagi, jadi agency sendiri saja koordinir penonton. Saya bilang, saya gak punya modal dari mana modalnya. Berapa modalnya kata Mas hadi, saya jawab Rp 500 ribu. Mas Hadi langsung meminjakan Rp 500 ribu,” tambahnya.
DIHAJAR, DITENDANG DAN DITONJOK SUAMI DIDEPAN PARA ARTIS TERNAMA
Sejak itu, Elly mengkoordinir teman-temannya untuk nonton. Ia mereka dari uang pinjaman itu. Setipa orang dipotong Rp 5.000. Setiap keluar duit dari Trans TV dia langsung membayar kepada Hadi dan kemudian meminjam lagi. Begitu seterusnya. Tapi dia sudah punya keuntungan Rp 5000 dari setiap penonton. Pihak televise pun mulai memintanya untuk mengkoordinir penonton di beberapa acara di Trans TV dan Trans 7. Seperti, acaranya Tukul Arwana. Untuk operasional penonton di dua acara itu ia dipinjami modal oleh Bedu (Pelawak Bajaj) Rp 1,5 juta.
“Tapi suami saya gak suka, Dia marah-marah terus, sering datang ke studio TV, saya dimarahin, ditonjok, ditendang sama suami di depan artis-artis. Sampai artis-artis tanya itu siapa mbak. Saya bilang itu suami saya. Saya kesal juga karena saya cari uang untuk membantu bayar hutangnya dia pada rentenir sampai Rp 20 juta. Saya ikhlas bayarin. Lama kelamaan saya gak tahan, minta cerai tahun 2007. Alhamdulilah, setelah lepas dari suami saya, rezeki saya makin meningkat,” ujar perempuan yang pernah bercita-cita jadi guru agama ini.
Lucunya, setelah perceraian itu, suaminya kawin lagi dan pernah menagih hutang kepada Elly sebesar Rp 6 juta. Elly sempat kaget, karena merasa tidak pernah berhutang pada suaminya. Justeru dialah yang membanting tulang untuk membiayai anak-anaknya dan membayarkan hutang suaminya pada rentenir. Usut punya usut, ternyata suaminya pernah mendapatkan uang warisan dari orangtuanya di Pati sebesar Rp 6 juta. Uang itu diberikan ke Elly untuk biaya hidup mereka. Rupanya uang itu diminta lagi dan dianggap sebagai pinjaman. Elly tak mau rebut, dia lembalikan uang itu. Seperti tidak tahu malu, sang suami malah terus menerus minta bantuan pada Elly. “Kadang Rp 200 ribu, kadang 500 ribu. Saya kasih. Tapi, kemarin isterinya yang datang ke saya minta uang Rp 300 ribu. Saya tidak kasih. Dan saya tidak akan kasih uang lagi pada suami saya,” tegasnya.
Mungkin, karena hatinya yang terlalu baik dan mudah menolong orang lain, rezekinya pun tak sulit didapatkan. Suatu ketika, saat elly sedang menukar uang recehan di sebuah bank, petugas bank menanyakan untuk apa ia selalu menukar uang kecil. Elly menjawab untuk ekstras, penonton yang dia koordinir. Petugas bank ini lalu menawarkan kerjasama meminjamkan modal dengan system bagi hasil. Elly setuju saja.
“Akhirnya dia modali saya sampai Rp 100 juta. Setelah saya pegang acara di banyak stasiun televise seperti Trans TV, Trans 7, MNC TV dan ANTV, modalnya ditambah jadi Rp 150 juta. Tiga tahun saya kerjasama dengan dia, akhirnya dia keluar dari bank dan jadi pilot sekarang. Invesnya berkurang jadi 15 juta, karena saya sudah punya uang sendiri,” paparnya.
Dari hasil bawa-bawa penonton ini, Elly yang dulu tinggal dirumah kontrakan kecil, sekarang malah bisa beli rumah kontrakan 4 pintu di depok. Tiap satu pintu dikontrakan dengan harga Rp 250 ribu perbulan. Punya dua mobil, satu mobil kecil buat keluarganya, satu mobil besar untuk antar jemput penonton binaannya. Sekarang tinggal di apartemen, sewa sebulan Rp 1,5 juta “Saya bayar per 6 bulan. Trus saya punya karyawan, untuk urus adminirasi dan jadi kordinator lapangan (Korlap). Temen-temen saya yang dulu. suka telepon minta bantuan. Ya saya bantu bila ada uang. Malah ada juga yang gak bayar, artis lebih kayak dari saya tapi dia lupa sama hutangnya,” ungkapnya.
MERAUP PENGHASILAN BERSIH Rp 15 JUTA SEBULAN UNTUK ENTERTAINMENT PRIBADINYA
Sekarang Elly agency miliknya sudah banyak memiliki penonton binaan, kebanyakan anak-anak mahasiswa yang tahu dari mulut ke mulut. Asistennya ada tujuh orang untuk mengelola keuangan dan korlap. Kalau saya lagi keluar kota, MNC sering ngadain acara di luar kota. Nah saya jagain anak-anak di luar kota, asisten saya yang jaga di Jakarta. Mereka juga awalnya penonton yang saya bawa. Setiap hari ia bisa mengerahkan 500 orang untuk tiga acara. Dari situ ia bisa mendapatkan minimal Rp 2 juta rata-rata perhari. Kadang-kadang bisa Rp 4 juta tergantung banyaknya penonton yang dia bawa.
“Saya dibayar sebulan sekali, tapi saya bayar ke penonton cahs. Satu minggu saya harus keluarkan modal Rp 40 juta – Rp 100 juta. Bersihnya saya terima sebulan 15 juta, untuk pribadi saya. Dulu bisa dapet 30 juta sebulan, sekarang sudah banyak agency lain jadi Cuma 15 juta bersih untuk entertainment atau kebutuhan saya pribadi. Saya merasa ada perubahan besar dalam kehidupan saya. Dulu saya ngopi di warung kopi, sekarang saya sering minum kopi di cafĂ©. Biasanya makan di warteg, sekarang makan di restoran mewah. Dulu gak pernah tau Bali, kemarin libur lebaran saya bawa 4 karyawan saya ke Bali. Ke salon rutin tiap minggu, nonton bareng karyawan saya. Niat saya untuk membangun rumah orangtua saya yang gedek/bilik sudah terlaksana,” tambahnya lagi.
Walaupun sekarang banyak saingan, tapi masih banyak yang menawari pekerjaan sebagai bintang iklan, diajak main di F TV. “Saya tidak mau jadi pelawak, meskipun banyak yang menawari saya. Saya lebih suka jadi koordinator penonton saja.Walaupun saya tidak jadi artis, tapi saya dikenal banyak artis. Tidak terasa 5 tahun saya menjadi janda, anak-anak saya sudah besar-besar. Yang pertama sudah SMA yang kecil SMP. Sekarang saya Cuma ingin menyekolahkan anak saya sampai jadi sarjana. Saya tidak mikir kawin lagi. Kalau ada rezeki mau bawa ibu saya berangkat ibadah haji. Saya juga punya keinginan membangun bisnis yang pasti untuk masa depan keluarga saya. Yakni, usaha salon, karena saya sangat suka salon. Lalu bisnis travel dan rental mobil,” Begitu katany mengakhiri pembicaraan. (Sisca)
sumber: http://dphoolan.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.